Saat Didzalimi

  Engkau mungkin terlalu sensitif. Engkau mengira semua orang menghinamu. Engkau mengira semua orang mengejekmu. Engkau merasa semua orang mentertawakanmu. Engkau ...Lanjutin bacanya...

Aku

Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku A...Lanjutin bacanya...

Nila

Didorong oleh keluguan dan ketulusan, masyarakat biasanya menghargai para pahlawannya dengan cara yang berlebihan. Itu merupakan godaan berat bagi para pahlawan, di mana mereka se...Lanjutin bacanya...

Akhir Sejarah Cinta Kita

Suatu saat dalam sejarah cinta kitakita tidur saling memunggungitapi jiwa berpeluk-peluksenyum mendekap senyumSuatu saat dalam sejarah cinta kitaraga tak lagi saling membutuhkanha...Lanjutin bacanya...

Serial Cinta

Serial Kepahlawanan

  • Nila

    Didorong oleh keluguan dan ketulusan, masyarakat biasanya menghargai para pahlawannya dengan cara yang berlebihan. Itu merupakan godaan berat bagi para pahlawan, di mana mereka se...Lanjutin bacanya...

  • Bayangan Sang "Icon"
  • Pusat Keunggulan
  • Menanti Kematangan

Kisah - Kisah

JM Community

Kolom Sang Murabbi

Kolom Pak Cah

Un Der Dakwah

Sajak Rendra

  • Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon

    Inilah sajakku, seorang tua yang berdiri di bawah pohon meranggas, dengan kedua tangan kugendong di belakang, dan rokok kretek yang padam di mulutku.Aku memandang zaman. Aku melih...Lanjutin bacanya...

  • Renungan Indah
  • Gerilya
  • Revolusi

Perseteruan Dua Cinta


“Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya diantara istri-istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagi kamu..”
Bisakah anda membayangkan bahwa suatu saat, istri dan anak-anak yang anda cintai, justru jadi musuh bagi anda? Mungkin. Mungkin sekali itu terjadi. Pada siapa saja. Karena cintanya pada istri dan anak-anaknya tidak “turun” dari cinta misi, dari cintanya kepada Allah. Atau sebaliknya. Jika cinta pada istri dan anak-anaknya tidak berhasil membawa mereka kedalam lingkaran cinta misi.
Itulah tragedi dua orang Nabi dan seorang perempuan shalihah. Dengan segenap cinta dan harapan jiwanya, Nabi Nuh masih terus berusaha mempertahankan istri dan anak-anaknya ketika tsunami itu datang. Tapi tidak!

Cinta misinya tidak tersambung dengan nasibnya. Begitu juga Nabi Luth. Istrinya ada dalam daftar umatnya yang dibinasakan Allah. Dan perempuan shalihah itu bernama Asia, istri seorang thaghut terbesar sepanjang sejarah, Fir’aun. Ketika cinta harus memilih, ia memilih Tuhannya. Ia memilih cinta misinya. Meskipun ia harus mengorbankan nyawanya sendiri.

Itu saat yang getir. Ketika kita harus memilih dua cinta yang bertarung dalam jiwa. Dan Allah mengabadikan cerita pertarungan dua cinta itu dalam jiwa Nuh, Luth dan Asia. Agar kita mengerti bahwa permisalan itu adalah takdir kehidupan, bahwa siapa pun mungkin mengalami itu: saat-saat dimana kita harus memutuskan pilihan dari dua cinta yang tidak dapat dipertemukan.

Tidak harus selalu begitu, memang. Sebab juga ada cerita lain. Cerita tentang dua cinta yang bertemu. Seperti cinta Muhammad dan Khadijah, atau Yusuf dan Zulaikha, atau Adam dan Hawa. Cerita tentang Adam yang memakan buah khuldi yang terlarang adalah manifestasi cinta jiwa yang tidak terangkai dalam cinta misi. Tapi mereka segera bertaubat dan meluruskan arah cinta mereka. Tapi ketegaran Yusuf menghadapi godaan istri sang raja adalah pesona yang mengantarkan hidayah ke dalam jiwa Zulaikha. Adapun Muhammad dan Khadijah: itu kisah cinta yang sejak awal tumbuh dan berkembang dalam bingkai cinta misi.

Secara manusiawi perseteruan dua cinta ini lahir dari kecenderungan jiwa yang tidak terbingkai dengan nilai-nilai cinta misi. Itu cobaan hati yang paling banyak menimpa orang shalih. Ketika “bentuk” mengalahkan “makna”, ketika “rupa” mendahului “jiwa”, itu pertanda awal dari datangnya cobaan. Mereka yang memenangkan bentuk dan rupa, biasanya harus membayar harga kenikmatan duniawi dengan ongkos makna dan jiwa yang seringkali terlalu mahal. Itu sebabnya Rasulullah saw menganjurkan kita mendahulukan agama dalam memilih pasangan hidup.

Itu kalau harus memilih. Tapi masalah ini tentu selesai dengan sendirinya kalau bentuk terpadu dengan makna, rupa bertemu jiwa. Dan itu, kata Ibnu Qayyim, adalah puncak karunia dan kenikmatan dunia dan akhirat: menikahi perempuan shalihah, cerdas dan cantik sekaligus. Seperti Muhammad kepada Aisyah. Tidak mungkin memang. Tetapi tetap saja mungkin.


Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini