Manusia hidup dalam ruang bumi dan waktu sejarah. Bumi dan sejarah adalah panggung kehidupan manusia. Dalam kerangka interaksi antara ketiga unsur itulah –bumi, sejarah, dan manusia- teks diturunkan. Jika bumi terus berputar, sejarah terus naik dan turun, manusia terus berubah, maka mengertilah kita dalam situasi seperti apakah teks itu bekerja.
Teks ‘bekerja’ dalam situasi yang lentur dan cair. Teks bekerja dalam situasi yang bergerak, berubah dan terus mengalir. Dan itu melahirkan ancaman eksistensial! Ancaman bagi eksistensi setiap teks atau narasi apapun bahwa ia tidak punya cukup nafas kebenaran yang memungkinkannya mengikuti gerak perubahan dari aliran kehidupan itu. Ancaman inilah yang sebenarnya menjelaskan mengapa banyak teks atau narasi yang memiliki life cycle atau umur yang pendek dan terbatas.
Seperti sejarah yang mengisi dua pertiga dari lembar-lembar teks Qur’an, begitu juga kata bumi bertebaran begitu banyak dalam ayat-ayatnya. Itu untuk menegaskan kepada kita bahwa ruang dan waktu tidak berada dalam kendali manusia sebagai pelaku kehidupan. Itu membatasi kemampuan gerak manusia. Itu menjelaskan apa atinya manusia sebagai makhluk yang terbatas.
Tapi masalah manusia tidak terletak pada keterbatasan itu. Sebab tidak ada pertanggungjawaban dalam ketidakmampuan. Jadi Qur’an memaklumi keterbatasan manusia dan karenanya ia tidak perlu mencemaskannya. Yang dilakukan Qur’an adalah memaklumi bagaimana ruang dan waktu berefek pada kemampuan pergerakan manusia tapi ia juga memastikan bahwa manusia bisa tetap bergerak dalam keterbatasannya. Biasanya kita akan menemukan pola Qur’an seperti ini: makin besar efek ruang dan waktu terhadap suatu masalah, makin umum penjelasannya dan makin sedikit detailnya. Begitu juga sebaliknya: makin kecil efek ruang dan waktu terhadap suatu masalah, makin detil penjelasan Qur’an terhadap masalah itu.
Shalat dan harta waris misalnya. Al-Qur’an menjelaskan perintah dasar shalat tapi tidak menjelaskan detilnya karena cara pelaksanaannya bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi manusia. Shalat waktu damai dam muqim berbeda dengan cara shalat waktu perang atau safar. Harta waris sebaliknya. Karena akar masalahnya pada struktur dasar keluarga manusia, maka Qur’an menjelaskan masalah ini sangat detil. Sebab ruang dan waktu tidak berpengaruh terhadap bangunan struktur keluarga manusia. Struktur vertikalnya selalu begitu: ke atas ada ayah dan ibu, ke bawah ada anak-anak. Struktur horisontalnya juga begitu: selalu ada saudara.
Jika ruang dan waktu punya efek pada cara kita menjalani hidup, maka kelenturan dan fleksibilitas adalah niscaya bagi manusia. Itu yang membuat mereka tetap eksis.
Seperti sejarah yang mengisi dua pertiga dari lembar-lembar teks Qur’an, begitu juga kata bumi bertebaran begitu banyak dalam ayat-ayatnya. Itu untuk menegaskan kepada kita bahwa ruang dan waktu tidak berada dalam kendali manusia sebagai pelaku kehidupan. Itu membatasi kemampuan gerak manusia. Itu menjelaskan apa atinya manusia sebagai makhluk yang terbatas.
Tapi masalah manusia tidak terletak pada keterbatasan itu. Sebab tidak ada pertanggungjawaban dalam ketidakmampuan. Jadi Qur’an memaklumi keterbatasan manusia dan karenanya ia tidak perlu mencemaskannya. Yang dilakukan Qur’an adalah memaklumi bagaimana ruang dan waktu berefek pada kemampuan pergerakan manusia tapi ia juga memastikan bahwa manusia bisa tetap bergerak dalam keterbatasannya. Biasanya kita akan menemukan pola Qur’an seperti ini: makin besar efek ruang dan waktu terhadap suatu masalah, makin umum penjelasannya dan makin sedikit detailnya. Begitu juga sebaliknya: makin kecil efek ruang dan waktu terhadap suatu masalah, makin detil penjelasan Qur’an terhadap masalah itu.
Shalat dan harta waris misalnya. Al-Qur’an menjelaskan perintah dasar shalat tapi tidak menjelaskan detilnya karena cara pelaksanaannya bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi manusia. Shalat waktu damai dam muqim berbeda dengan cara shalat waktu perang atau safar. Harta waris sebaliknya. Karena akar masalahnya pada struktur dasar keluarga manusia, maka Qur’an menjelaskan masalah ini sangat detil. Sebab ruang dan waktu tidak berpengaruh terhadap bangunan struktur keluarga manusia. Struktur vertikalnya selalu begitu: ke atas ada ayah dan ibu, ke bawah ada anak-anak. Struktur horisontalnya juga begitu: selalu ada saudara.
Jika ruang dan waktu punya efek pada cara kita menjalani hidup, maka kelenturan dan fleksibilitas adalah niscaya bagi manusia. Itu yang membuat mereka tetap eksis.
pada tanggal 6 April 2011 pukul 21.03
iyalah setuju-setuju saja, keterbatasan ada karena manusia hanyalah seorang hamba ciptaanNya, sedang ketidak terbatasannya karena manusia adalah sebagai kolifah fil ardhi dengan segala potensi anugeraNya. salam