Antara Cinta dan Virus Merah Jambu


Tanpa bermaksud memperbesar masalah, saya kembali menuliskan seputar Virus Merah Jambu dalam note sederhana ini. Betapapun, permasalahan ini cukup berkembang di tengah aktifitas dakwah : dimana saja, kapan saja, dan bahkan bisa menyerang siapa saja.

Hasrat hati sebenarnya ingin mengingkari, tidak ingin membahas VMJ agar tidak menjadi ‘negative brand’ aktifitas dakwah yang mulia, agar tidak terngiang-ngiang di telinga para aktifisnya hingga menginspirasi yang belum ternodai. Tapi realita di lapangan menuntut untuk kembali bicara. Bukan satu dua, tapi banyak jumlahnya yang mendatangi saya : baik secara langsung, maupun via sms dan email untuk curhat seputar Virus Merah Jambu tersebut. Sebagian mereka terkena telak menghujam, hingga susah untuk menghindar dan menjauhi. Sebagian masih terjaga penuh malu-malu, berharap ada solusi yang mengamini kecenderungan hatinya. Sungguh kita dan mereka itu sama, tak lebih dari sekedar manusia yang berhati dan mempunyai rasa.

Dari berbagai permasalahan seputar VMJ yang saya dapati, setidaknya ada dua fenomena yang masing-masing harus disikapi dengan bijak dan elegan.

Pertama : Virus Merah Jambu yang Full version !

Yaitu ketika aktifis dakwak terjebak dalam cinta lokasi. Berawal dari kekaguman yang diikuti dengan pola interaksi yang berkelanjutan baik sms, telpon, imel bahkan facebook sekalipun. Mengatasnamakan aktifitas dakwah dan koordinasi untuk menutupi kegelisahan di hati. Selalu berharap menemukan momentum untuk bertemu, beraktifitas bersama, bahkan berinteraksi secara pribadi. Agenda dakwah tidak lagi menjadi hal utama. Dakwah dan aktifitasnya menjadi ‘tumpangan’ yang enak untuk bisa terus menghubungi tambatan hati. Ia merajut hari dengan harapan segera keluar dari kungkungan virus ini, berharap ada malaikat penyelamat yang akan menikahkan mereka dengan mudah dan berkah. Tujuannya begitu mulia, menikah secepat mungkin agar hati menemukan ketentramannya. Tanpa melihat kesiapan diri sama sekali, dimana kuliah belum usai, biaya hidup pun masih menunggu kiriman orang tua tercinta. Inilah versi sesungguhnya dari virus merah jambu. Ia adalah obsesi dan gelora jiwa di usia muda, tak lebih dari sekedar ‘cinta monyet’ yang akan mengganggu konsentrasi kuliah dan dakwahnya.

Kepada mereka yang terkena pada tahapan ini, segeralah beristighfar dan menyibukkan dari dengan aktifitas kuliah dan dakwah. Kali ini dengan benar2 menjaga hati. Kepada para murobbi yang menangani kasus semacam ini : segera saja diarahkan untuk mengoptimalkan kesibukan dakwah, berikan tausiyah tentang bahaya virus merah jambu dalam menggerogoti dakwah ini. Maaf, tidak perlu kata ampun bahkan toleransi dalam tahapan ini. Kali ini saya harus benar-benar tidak membuka peluang lebih lanjut, karena betapa banyak dakwah ternodai, orangtua cemas, kuliah tak berujung karena kita mencoba mencari solusi VMJ dalam tahapan ini.

Saya katakan sekali lagi : virus ini tidak ada hubungannya dengan pernikahan dini, ia tidak lebih dari ‘cinta monyet’ para aktifis dakwah yang harus segera dilawan dengan kesibukan dan kesadaran akan pentingnya masa depan !

Kedua : Kecenderungan dan Cinta yang Tumbuh di Hati

Yang ini adalah kecendungan pada seseorang dan cinta yang tumbuh di hati. Nyaris tanpa ekspressi apalagi interaksi. Ia hanya mengagumi tanpa mengeksplorasi lebih jauh objek kekagumannya. Ia bagaikan pungguk merindukan bulan, lalu enggan memikirkan hal tersebut lebih jauh dalam hari-hari dakwahnya. Ia menyimpan begitu dalam rasa itu, bahkan terkadang tidak menyadarinya. Ia mempunyai kesibukan dan agenda yang jelas menuju masa depannya.

Lalu tiba-tiba ia merasa siap untuk menikah. Perkuliahan yang dijalani tinggal satu dua bulan lagi atau mungkin telah lama ia pungkasi. Persiapan menuju pernikahanpun lebih tertata dan teruji. Orangtuanya pun tak merasa dilangkahi, mereka benar2 menyadari kedewasaan dan kesiapan sang buah hati dalam membina bahteranya sendiri. Lalu dengan siapa ia akan menikah ? Maka ia teringat kembali pada sosok yang pernah dikagumi, atau membuatnya simpati, atau membuatnya tertarik secara manusiawi begitu saja. Apakah ini cinta yang sudah tumbuh di hati ? Sungguh ia ingin berontak, karena selama ini ia mengingkari kecenderungan itu. Ia terbukti bisa menenggelamkan dan melawannya bahkan tanpa bekas dalam kehidupannya sehari-hari. Lalu mengapa rasa itu kembali muncul mengganggu lintasan pikirannya.

Rasa bingung segera menyergap pikirannya ? Apakah ia harus mengatakan yang sejujurnya pada sang Murobbi ? bahwa ada kecenderungan pada seseorang yang sudah tumbuh di hati ? Ataukah ia kembali menenggelamkannya sebagaimana hari-hari sebelumnya, lalu berusaha menumbuhkan rasa baru entah kepada siapa nantinya ?

Lantas, Bagaimana sikap jika Anda adalah para Murobbi yg mendapati kasus tersebut?

Jika suatu hari nanti kita mendapati kasus yang serupa dengan yang tertulis di atas. Kecenderungan di hati yang tumbuh pada diri seorang aktifis nyaris tanpa ekspressi apalagi interaksi yg berlebihan. Bukan virus merah jambu yang mengganggu dan bertalu-talu dalam hati sang aktifis. Maka sungguh pilihan Anda cukup sederhana : jadilah seorang yang memudahkan pertemuan dua hati yang telah mempunyai kecenderungan itu. Jadilah ‘ustadz cinta’ yang mengelola kecenderungan menjadi tahapan dan langkah yang tertata menuju sebuah pernikahan.

Semoga Anda termasuk mereka yang diberkahi karena membantu pernikahan karena ingin menjaga hati : Dari Abu Hurairah ra , Rasulullah SAW bersabda : “ Ada tiga orang yang wajib bagi Allah menolongnya : orang yang berjihad di jalan Allah, budak ‘Mukatib’ yang ingin membayar pembebasannya, dan seorang yang ingin menikah untuk menjaga dirinya “ (HR Tirmidzi)

Namun setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi pertimbangan kita, sebelum melangkah lebih lanjut dalam proses ini :
Pastikan dengan pertimbangan syar’i : bahwa seseorang yang diinginkannya bukan termasuk mahrom atau musyrik.
Pastikan dengan pertimbangan da’awi : bahkan seseorang yang diinginkannya tidak akan menghambat dakwahnya, justru malah mendukung dan menambah semangatnya dalam berdakwah.
Pastikan bahwa tidak ada pola interaksi yang salah sebelumnya. Tidak ada hubungan ‘backstreet’ yang telah lama dipupuk dan menyemaikan cinta lebih luas lagi hatinya.

Jika ada yang bertanya, apakah yang semacam itu ( menikah dengan cinta dan ketertarikan hati) adalah syar’i ? maka biarkan saya menjawabnya cukup dengan dua hadist yang sederhana.

Pertama : Rasulullah SAW bersabda : “Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!”( HR Ahmad dan Abu Daud), dalam riwayat lain : “Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua (HR Tirmidzi dan Nasa'i)

Jika kita lihat secara lebih mendalam, maka hadits tersebut bukan saja ‘sekedar’ berisi kebolehan nadzhor atau melihat calon pasangan yang akan dikhitbah, tetapi juga memuat isyarat tentang boleh dan wajarnya sebuah “kecenderungan, dorongan dan ketertarikan” sebelum melangkah dalam pernikahan.

Kedua : Lebih spesifik lagi, Rasulullah saw bersabda : “ Tidak pernah terlihat (lebih menakjubkan) bagi dua orang yang saling mencintai seperti pernikahan “ HR Ibnu Majah (1847) dan Ibnu Abi Syaibah (III/454)

Dalam Kitab Al-Luma’ fi asbabil wurud hadits , diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah tentang sebab wurudnya hadits di atas : Datang seorang laki-laki pada Rasulullah SAW dan berkata : Ya Rasulullah, kami mempunyai seorang anak gadis yatim yang dikhitbah oleh dua orang, yang satu miskin dan yang satu adalah orang kaya. Dia (anak gadis kami) cenderung (cinta) pada yang miskin, sementara kami lebih menyukai pada yang kaya. Maka Rasulullah bersabda dg hadits diatas : “ Tidak pernah terlihat (lebih menakjubkan) bagi dua orang yang saling mencintai seperti pernikahan “

Wallahu a’lam bisshowab.

Semoga tulisan ini tidak menjadi hujjah bagi mereka yang lemah dalam menjaga hati dan pandangan, tidak pula menjadi legitimasi bagi mereka yang terkotori hatinya dan ternodai dakwahnya dengan virus merah jambu.

Apapun yang kita alami, dalam dakwah ini kita tidak pernah sendiri. Segera hubungi murobbi untuk berkonsultasi, agar lebih terjaga diri dan tertata langkah dalam memperbaiki diri. Semua ini kami tulis untuk menjaga kualitas aktifis dakwah, agar semakin dekat kemuliaan dakwah dan kejayaan Islam yang dinanti-nanti.

Saya tutup dengan ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Cinta itu dari Allah dan kebencian itu dari syaitan, yang bermaksud memasukkan rasa benci dalam hatimu, terhadap apa yang dihalalkan Allah bagimu ( HR Abdurrozaq (VI/191) dinukil pula oleh Albani dalam Adab Zifaf)


Sumber : Catatan Facebook Ust. Hatta Syamsuddin

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini