Pandu adalah kata yang digunakan sebagai istilah bagi orang yang memiliki karakter yang berporos pada kebaikan. Di negeri ini pandu disimbolkan dengan cikal kelapa yang bermakna proses pertumbuhan yang berkelanjutan di satu sisi,dimana ia dapat tumbuh dengan mudah sehingga bisa mempertahankan eksistensinya.
Di sisi lain bermakna manfaat yang dihasilkan oleh setiap aspek yang dimiliki, dari akar sampai ke buah. Di kebanyakan negeri-negeri lain, sebagaimana Pandu Keadilan, ia disimbolkan dengan bunga leli yang memiliki multi manfaat.
Selanjutnya kita akan membicarakan pandu yang berorientasi kepada kitabullah Al-Qur’an yang dalam bahasa da’wah disebut orang yang ‘shaalihun fii nafsihii naafi’un li ghairihii mujaahidun fillaah’. Pandu yang satu ini kita sebut sebagai ‘Pandu Qur’ani’. Pandu Qur’ani adalah imam bagi orang-orang bertaqwa dalam ketauladanan, pelayanan serta dakwah dan jihad.
Di sisi lain bermakna manfaat yang dihasilkan oleh setiap aspek yang dimiliki, dari akar sampai ke buah. Di kebanyakan negeri-negeri lain, sebagaimana Pandu Keadilan, ia disimbolkan dengan bunga leli yang memiliki multi manfaat.
Selanjutnya kita akan membicarakan pandu yang berorientasi kepada kitabullah Al-Qur’an yang dalam bahasa da’wah disebut orang yang ‘shaalihun fii nafsihii naafi’un li ghairihii mujaahidun fillaah’. Pandu yang satu ini kita sebut sebagai ‘Pandu Qur’ani’. Pandu Qur’ani adalah imam bagi orang-orang bertaqwa dalam ketauladanan, pelayanan serta dakwah dan jihad.
A.Ketauladanan Pandu Qur’ani
Al-Qur’an menggambarkan pandu sebagai orang saleh yang patut ditauladani.
Al-Qur’an menggambarkan pandu sebagai orang saleh yang patut ditauladani.
Firman Allah:
“Sungguh terdapat suri tauladan bagi kalian pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya ketika berkata kepada kaum mereka,‘sungguh kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkar terhadap kalian, dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selamanya hingga kalian beriman kepada (mengilahkan) Allah semata’, kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya,’akan saya mintakan ampunan untukmu, dan saya tidak memiliki apa-apa untuk (menyelamatkannmu) dari (adzab) Allah.Tuhan kami, kepadamu kami berserah diri, kepadamu kami bertobat, dan kepadamu kami akan kembali’.Tuhan kami jangan engkau biarkan kami dicelakai oleh orang-orang kafir, dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.Sungguh terdapat pada mereka suri tauladan bagi orang-orang yang menginginkan (rahmat) Allah dan (kebahagiaan) akhirat.” (QS Al-Mumtahanah,60 : 4-6)
“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan bagi kalian yang menginginkan (rahmat) Allah dan (kebahagiaan) akhirat.” (QS Al-Ahzab,33 : 21)
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam tauladan utama dalam segala hal dari segala sisi kehidupan, baik dalam hal ilmu, iman maupun amal, dan baik beliau sebagai pribadi, kepala keluarga, anggota dan tokoh masyarakat, maupun sebagai pemimpin ummat dan negara. Beliau kuat dalam ruhiyah, aqliyah dan jasadiah sekaligus. Beliau adalah sebaik-baik mukmin yang dicintai oleh Allah karena dengan iman dan kekuatannya lahirlah amal-amal ibadah baik mahdlah maupun sosial yang mengagumkan. Dengan iman dan kekuatannya pula beliau berjuang menunaikan risalah Allah yang diembannya, menegakkan dinullah.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam sangat tekun dalam mengejar pahala yang terbaik dari Allah meskipun ia sudah dijamin masuk sorga. Ketika berangkat menuju perang Uhud, beliau bersama Ali dan seorang sahabat lainnya radliallahu‘anhuma mempunyai jatah seekor onta untuk dikendarai secara bergantian. Ali dan temannya sepakat menyerahkan jatah tunggangan mereka kepada Rasulullah yang membuat Rasulullah tersinggung dan berkata, ”kalian tidak lebih kuat daripada saya (untuk berjalan), dan kalian tidak lebih membutuhkan pahala daripada saya.”
Beliau mengajari ummatnya untuk tekun mengejar pahala dari Allah. Sabda beliau: “Shalat (berjama’ah) yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan Subuh.Seandainya mereka mengetahui pahala yang didapatkan pada keduanya maka mereka pasti menghadirinya meskipun harus datang dengan merangkak.”
Dalam beramal jama’i Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bukanlah seorang pemimpin yang pintar menyuruh belaka melainkan memberi contoh kerja yang optimal, seperti ketika beliau bersama para sahabat membangun masjid Qubaa’. Badan beliau penuh tanah karena bolak balik memanggul tanah. Sikap beliau memberi semangat bagi para sahabat sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan dengan hasil yang memuaskan.
Beliau suri tauladan dalam mengamalkan Al-Qur’an, dan seperti itulah ummatnya seharusnya. Bukankah para hamba Allah selalau memanjatkan do’a; ”Wahai Tuhan kami karuniailah kami dari istri-istri dan keturunan-keturunan kami penyejuk mata bagi kami dan jadikanlah kami imam (pemimpin/tauladan) bagi bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Sumber : Pandu Keadilan
Sejak manusia meletakkan kakinya di dunia ini, wujud, rasa keingintahuannya telah memompa semangat dan keinginan jiwanya untuk menemukan rumusan penciptaan dan hakikat-hakikat. Pada masa lalu saat ilmu belum mengalami banyak perkembangan, manusia berusaha memahami rahasia-rahasia alam sebatas kemampuan mereka berpikir.
Kita mengetahui bahwa pada masa kontemporer dan era modern ini manusia telah sampai pada perkembangan ilmu dan keahlian yang sangat pesat. Tetapi, hasil dari penemuan tersebut hanya bisa ditampakkan di hadapan para penghuni bumi, bukan di hadapan dunia dan alam-alam keberadaan.
Sudah banyak referensi atau buku pengetahuan yang mungkin sudah kita lahap habis membacanya. Jika kita perhatikan dengan saksama, semua referensi hanya membahas tentang wacana eksistensi bernyawa dengan pengaruh alaminya dan ratusan cabang ilmu lainnya. Referensi itu lebih banyak membuat hati kita mengidap semua ragam penyakit hati (sombong, takabur, dan lain-lain) yang tak kunjung sembuh, bahkan seolah semakin membuat kita lupa akan hakikat keberadaan Sang Maha Segalanya.
Pada saat berada di sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi, kita disuguhi dengan berbagai topik pelajaran. Apa yang dihasilkan oleh orang lain dengan usaha dan upayanya pada kehidupan dan umur yang telah lalu, dan mereka pahami dari misteri kehidupan, akan mereka hadiahkan kepada kita dalam bentuk buku. Tetapi, mana yang mampu memberi informasi kepada kita tentang kebesaran, kekuatan, dan kemuliaan Pencipta Alam?
Mari sejenak fokuskan perhatian kita pada seekor serangga kecil atau seekor nyamuk yang selama ini kita anggap sebagai makhluk tak berguna. Namun, berapa banyak manusia yang tak berdaya dengan gigitannya, bahkan dari aspek ekonomi banyak orang yang mendapatkan pekerjaan/nafkah dengan keberadaan nyamuk.
Rahasia nyamuk
Nyamuk sebagai seekor eksistensi kecil yang tidak pernah masuk ke dalam daftar perhatian kita adalah sebuah contoh kecil dari penciptaan. Mereka pun senantiasa akan melanjutkan perputaran kehidupannya menuju kesempurnaan diri.
Sebagaimana yang telah disebutkan, dalam banyak ayat Alquran Allah memerintahkan manusia untuk memerhatikan alam dan melihat tanda-tanda di dalamnya. Semua makhluk hidup dan tak hidup di alam semesta diliputi oleh tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka semua diciptakan. Mereka menunjukkan kekuasaan, ilmu, dan seni dari Pencipta. Manusia bertanggung jawab mengenali tanda-tanda ini dengan menggunakan akal budinya, untuk memuliakan Allah.
Walau semua makhluk hidup memiliki tanda-tanda ini, beberapa tanda dirujuk Allah secara khusus dalam Alquran. Nyamuk adalah salah satunya di surat Albaqarah. 'Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.' (QS Al-Baqarah[2]: 26)
Nyamuk sering dianggap sebagai makhluk hidup yang biasa dan tidak penting. Namun, nyamuk sangat berarti untuk diteliti dan dipikirkan sebab di dalamnya terdapat tanda kebesaran Allah. Inilah sebabnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.
Nyamuk sebuah eksistensi yang hidup dan setiap makhluk hidup dalam putaran kehidupannya akan memberikan pengaruh-pengaruh dirinya. Untuk memahami hal ini berada di luar kemampuan akal manusia.
Nyamuk melakukan aktivitas berjalan dan juga bergerak. Lalu pertanyaannya, kenapa, bagaimana, dengan keadaan yang bagaimana, dengan perubahan yang mana, dan berada di bawah pengaruh kekuatan yang mana sehingga mereka melakukan gerakan-gerakan tersebut?
Kita mengetahui bahwa pada masa kontemporer dan era modern ini manusia telah sampai pada perkembangan ilmu dan keahlian yang sangat pesat. Tetapi, hasil dari penemuan tersebut hanya bisa ditampakkan di hadapan para penghuni bumi, bukan di hadapan dunia dan alam-alam keberadaan.
Sudah banyak referensi atau buku pengetahuan yang mungkin sudah kita lahap habis membacanya. Jika kita perhatikan dengan saksama, semua referensi hanya membahas tentang wacana eksistensi bernyawa dengan pengaruh alaminya dan ratusan cabang ilmu lainnya. Referensi itu lebih banyak membuat hati kita mengidap semua ragam penyakit hati (sombong, takabur, dan lain-lain) yang tak kunjung sembuh, bahkan seolah semakin membuat kita lupa akan hakikat keberadaan Sang Maha Segalanya.
Pada saat berada di sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi, kita disuguhi dengan berbagai topik pelajaran. Apa yang dihasilkan oleh orang lain dengan usaha dan upayanya pada kehidupan dan umur yang telah lalu, dan mereka pahami dari misteri kehidupan, akan mereka hadiahkan kepada kita dalam bentuk buku. Tetapi, mana yang mampu memberi informasi kepada kita tentang kebesaran, kekuatan, dan kemuliaan Pencipta Alam?
Mari sejenak fokuskan perhatian kita pada seekor serangga kecil atau seekor nyamuk yang selama ini kita anggap sebagai makhluk tak berguna. Namun, berapa banyak manusia yang tak berdaya dengan gigitannya, bahkan dari aspek ekonomi banyak orang yang mendapatkan pekerjaan/nafkah dengan keberadaan nyamuk.
Rahasia nyamuk
Nyamuk sebagai seekor eksistensi kecil yang tidak pernah masuk ke dalam daftar perhatian kita adalah sebuah contoh kecil dari penciptaan. Mereka pun senantiasa akan melanjutkan perputaran kehidupannya menuju kesempurnaan diri.
Sebagaimana yang telah disebutkan, dalam banyak ayat Alquran Allah memerintahkan manusia untuk memerhatikan alam dan melihat tanda-tanda di dalamnya. Semua makhluk hidup dan tak hidup di alam semesta diliputi oleh tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka semua diciptakan. Mereka menunjukkan kekuasaan, ilmu, dan seni dari Pencipta. Manusia bertanggung jawab mengenali tanda-tanda ini dengan menggunakan akal budinya, untuk memuliakan Allah.
Walau semua makhluk hidup memiliki tanda-tanda ini, beberapa tanda dirujuk Allah secara khusus dalam Alquran. Nyamuk adalah salah satunya di surat Albaqarah. 'Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.' (QS Al-Baqarah[2]: 26)
Nyamuk sering dianggap sebagai makhluk hidup yang biasa dan tidak penting. Namun, nyamuk sangat berarti untuk diteliti dan dipikirkan sebab di dalamnya terdapat tanda kebesaran Allah. Inilah sebabnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.
Nyamuk sebuah eksistensi yang hidup dan setiap makhluk hidup dalam putaran kehidupannya akan memberikan pengaruh-pengaruh dirinya. Untuk memahami hal ini berada di luar kemampuan akal manusia.
Nyamuk melakukan aktivitas berjalan dan juga bergerak. Lalu pertanyaannya, kenapa, bagaimana, dengan keadaan yang bagaimana, dengan perubahan yang mana, dan berada di bawah pengaruh kekuatan yang mana sehingga mereka melakukan gerakan-gerakan tersebut?
Pada umumnya nyamuk dikenal sebagai pengisap dan pemakan darah. Hal ini ternyata tidak terlalu tepat karena menurut penelitian yang mengisap darah hanya nyamuk betina. Nyamuk betina tidak membutuhkan darah untuk makan.
Baik nyamuk jantan maupun betina hidup dari nektar bunga. Nyamuk betina mengisap darah hanya karena ia membutuhkan protein dalam darah untuk membantu telurnya berkembang. Dengan kata lain, nyamuk betina mengisap darah hanya untuk memelihara kelangsungan spesiesnya.
Proses perkembangan nyamuk merupakan salah satu aspek yang paling mengesankan, luar biasa, dan mengagumkan. Berikut ini kami paparkan singkat yang dituliskan Harun Yahya tentang transformasi makhluk hidup dari seekor larva renik melalui beberapa tahap menjadi seekor nyamuk.
Telur nyamuk yang berkembang dengan diberi makan darah, ditelurkan nyamuk betina di atas daun lembap atau kolam kering selama musim panas atau musim gugur. Sebelumnya, si induk memeriksa permukaan tanah secara menyeluruh dengan reseptor halus di bawah perutnya.
Setelah menemukan tempat yang cocok, ia mulai bertelur. Telur-telur tersebut panjangnya kurang dari satu milimeter, tersusun dalam satu baris, secara berkelompok atau satu-satu. Beberapa spesies bertelur dalam bentuk tertentu, saling menempel sehingga menyerupai sampan. Sebagian kelompok telur ini bisa terdiri atas 300 telur.
Telur-telur berwarna putih yang disusun rapi ini segera menjadi gelap warnanya, lalu menghitam dalam beberapa jam. Warna hitam ini memberikan perlindungan bagi larva agar tak terlihat oleh burung atau serangga lain. Selain telur, warna kulit sebagian larva juga berubah sesuai dengan lingkungan sehingga mereka lebih terlindungi.
Larva berubah warna dengan memanfaatkan faktor-faktor tertentu melalui berbagai proses kimia rumit. Jelaslah telur, larva, ataupun induk nyamuk tersebut tidak mengetahui proses-proses di balik perubahan warna dalam tahap perkembangan nyamuk.
Tidak mungkin ia bisa membuat sistem ini dengan kemampuan sendiri. Tidak mungkin pula sistem ini terbentuk secara kebetulan. Nyamuk telah diciptakan dengan sistem ini sejak mereka pertama kali muncul.
'Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahabesar, Mahabijaksana. Kekuasaan dari langit dan bumi adalah milik-Nya. Ia memberikan hidup dan menjadikan mati. Ia memiliki kekuasaan atas segala sesuatu.' (QS Al Hadid [57]: 1-2)
Nyamuk dilengkapi dengan penerima panas yang sangat peka. Mereka mengindra segala sesuatu di sekitar mereka dalam berbagai warna menurut panasnya. Karena pengindraannya tidak bergantung pada cahaya, nyamuk sangat mudah menentukan letak pembuluh darah dalam ruangan yang gelap sekalipun.
Penerima panas pada nyamuk cukup peka untuk mendeteksi perbedaan suhu hingga sekecil 1/1.000 derajat Celcius. Nyamuk memiliki hampir seratus mata. Sebagai mata majemuk, mata-mata ini terletak pada bagian atas kepalanya.
Sesungguhnya ini hanya sebagian kecil saja dari sistem-sistem yang luar biasa dari nyamuk. Belum lagi kita mengamati seperti cara makan, reproduksi, pernapasan, peredaran darah.
Tanda kebesaran Allah
Jika kita menyadari bahwa nyamuk juga memiliki berbagai sistem kompleks dan fungsi organis, kita pun lebih memahami betapa tanda-tanda kebesaran Allah itu tak terbatas. Masih pantaskah kita berbangga diri/sombong, buruk sangka, riya (dan seluruh penyakit hati lainnya) dalam kehidupan ini?
Tentu jawabannya kita sepakati sangatlah tidak pantas! Karena ternyata walau hanya dari perumpamaan seekor nyamuk, tetapi kalau saja kita mau mengambil ibrah (hikmah) maka semestinya semakin membuka mata hati kita akan makna kebesaran Ilahi Rabbi.
Kalau saja semua umat manusia tanpa terkecuali memahami segala perumpamaan yang diperlihatkan oleh Allah, mulai dari nyamuk sampai ke makhluk hidup lainnya atau bahkan seluruh proses alam yang terjadi di dunia, insya Allah bangsa ini bahkan warga dunia ini akan terbebas dari apa yang dinamakan penyakit hati.
Allah berfirman: 'Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.' (QS Ali Imran [3]:191)
Bulan Ramadhan akan berakhir. Harapan yang ada, semoga bulan ini menjadi media untuk merenungi semua perumpamaan yang ada dalam kehidupan di sekeliling kita semakin mengokohkan hati kita untuk terus berkontemplasi, menyadari akan kebesaran Ilahi Rabbi. Karena inilah makna kefitrian manusia yang sesungguhnya.
Baik nyamuk jantan maupun betina hidup dari nektar bunga. Nyamuk betina mengisap darah hanya karena ia membutuhkan protein dalam darah untuk membantu telurnya berkembang. Dengan kata lain, nyamuk betina mengisap darah hanya untuk memelihara kelangsungan spesiesnya.
Proses perkembangan nyamuk merupakan salah satu aspek yang paling mengesankan, luar biasa, dan mengagumkan. Berikut ini kami paparkan singkat yang dituliskan Harun Yahya tentang transformasi makhluk hidup dari seekor larva renik melalui beberapa tahap menjadi seekor nyamuk.
Telur nyamuk yang berkembang dengan diberi makan darah, ditelurkan nyamuk betina di atas daun lembap atau kolam kering selama musim panas atau musim gugur. Sebelumnya, si induk memeriksa permukaan tanah secara menyeluruh dengan reseptor halus di bawah perutnya.
Setelah menemukan tempat yang cocok, ia mulai bertelur. Telur-telur tersebut panjangnya kurang dari satu milimeter, tersusun dalam satu baris, secara berkelompok atau satu-satu. Beberapa spesies bertelur dalam bentuk tertentu, saling menempel sehingga menyerupai sampan. Sebagian kelompok telur ini bisa terdiri atas 300 telur.
Telur-telur berwarna putih yang disusun rapi ini segera menjadi gelap warnanya, lalu menghitam dalam beberapa jam. Warna hitam ini memberikan perlindungan bagi larva agar tak terlihat oleh burung atau serangga lain. Selain telur, warna kulit sebagian larva juga berubah sesuai dengan lingkungan sehingga mereka lebih terlindungi.
Larva berubah warna dengan memanfaatkan faktor-faktor tertentu melalui berbagai proses kimia rumit. Jelaslah telur, larva, ataupun induk nyamuk tersebut tidak mengetahui proses-proses di balik perubahan warna dalam tahap perkembangan nyamuk.
Tidak mungkin ia bisa membuat sistem ini dengan kemampuan sendiri. Tidak mungkin pula sistem ini terbentuk secara kebetulan. Nyamuk telah diciptakan dengan sistem ini sejak mereka pertama kali muncul.
'Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahabesar, Mahabijaksana. Kekuasaan dari langit dan bumi adalah milik-Nya. Ia memberikan hidup dan menjadikan mati. Ia memiliki kekuasaan atas segala sesuatu.' (QS Al Hadid [57]: 1-2)
Nyamuk dilengkapi dengan penerima panas yang sangat peka. Mereka mengindra segala sesuatu di sekitar mereka dalam berbagai warna menurut panasnya. Karena pengindraannya tidak bergantung pada cahaya, nyamuk sangat mudah menentukan letak pembuluh darah dalam ruangan yang gelap sekalipun.
Penerima panas pada nyamuk cukup peka untuk mendeteksi perbedaan suhu hingga sekecil 1/1.000 derajat Celcius. Nyamuk memiliki hampir seratus mata. Sebagai mata majemuk, mata-mata ini terletak pada bagian atas kepalanya.
Sesungguhnya ini hanya sebagian kecil saja dari sistem-sistem yang luar biasa dari nyamuk. Belum lagi kita mengamati seperti cara makan, reproduksi, pernapasan, peredaran darah.
Tanda kebesaran Allah
Jika kita menyadari bahwa nyamuk juga memiliki berbagai sistem kompleks dan fungsi organis, kita pun lebih memahami betapa tanda-tanda kebesaran Allah itu tak terbatas. Masih pantaskah kita berbangga diri/sombong, buruk sangka, riya (dan seluruh penyakit hati lainnya) dalam kehidupan ini?
Tentu jawabannya kita sepakati sangatlah tidak pantas! Karena ternyata walau hanya dari perumpamaan seekor nyamuk, tetapi kalau saja kita mau mengambil ibrah (hikmah) maka semestinya semakin membuka mata hati kita akan makna kebesaran Ilahi Rabbi.
Kalau saja semua umat manusia tanpa terkecuali memahami segala perumpamaan yang diperlihatkan oleh Allah, mulai dari nyamuk sampai ke makhluk hidup lainnya atau bahkan seluruh proses alam yang terjadi di dunia, insya Allah bangsa ini bahkan warga dunia ini akan terbebas dari apa yang dinamakan penyakit hati.
Allah berfirman: 'Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.' (QS Ali Imran [3]:191)
Bulan Ramadhan akan berakhir. Harapan yang ada, semoga bulan ini menjadi media untuk merenungi semua perumpamaan yang ada dalam kehidupan di sekeliling kita semakin mengokohkan hati kita untuk terus berkontemplasi, menyadari akan kebesaran Ilahi Rabbi. Karena inilah makna kefitrian manusia yang sesungguhnya.
Muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Makasar mempunyai implikasi pada hidup saya sendiri. Dari situ Muhammdiyah memutuskan untuk membuat pusat-pusat pengkaderan di beberapa wilayah, di Garut, Yogya, dan Makasar, semuanya bernama pesantren Darul Arqam dan saya adalah alumni darinya. Saya masuk di pesantren itu tahun 1980 awal, masih hutan,tidak ada akses jalan umum ke jalan raya. Untuk ke jalan yang dilewati mobil harus berjalan kaki beberapa kilometer.
Saya masuk tahun 1980 pada usia sebelas tahun, dan selesai pada tahun 1987. Dan saya masih ingat bahwa pesantren tersebut adalah pesantren pengkaderan. Di pesantren trersebut orang-orang benar-benar dilatih menderita. Pesantren terdiri dari satu asrama putra dan satu asrama putri. Biasanya kalau pagi-pagi kita cuma diberi makan nasi dan kecap.
Saya masuk tahun 1980 pada usia sebelas tahun, dan selesai pada tahun 1987. Dan saya masih ingat bahwa pesantren tersebut adalah pesantren pengkaderan. Di pesantren trersebut orang-orang benar-benar dilatih menderita. Pesantren terdiri dari satu asrama putra dan satu asrama putri. Biasanya kalau pagi-pagi kita cuma diberi makan nasi dan kecap.
Waktu pertama kali masuk, saya merasa kaget, karena baru pertama kali makan nasi dengan kecap. Tapi guru-guru saya selalu mengatakan begini: "Nanti suatu waktu kamu akan mengenang bahwa nasi kecap inilah yang membesarkan kamu." Kemudian karena air yang kita minum harus diambil sendiri, para siswa secara bergiliran mengambil air untuk disimpan di dapur, untuk dimasak. Pada musim kemarau daerahnya kering sekali. Kami harus berjalan beberapa kilometer untuk mandi sekaligus mengangkut air ke dapur. Dan biasanya yang ada hanya sumur-sumur kecil yang disampingnya ada kubangan kerbau sehingga air itu bau kerbau. Tapi lagi-Iagi guru-guru saya mengatakan bahwa: "Ini Insya Allah akan menjadi sumber kekuatan."
Waktu saya masuk, teman seangkatan itu ada lima puluh enam orang. Waktu saya tamat tinggal enam orang. Kemudian saya mulai aktif di IPM (Ikatan Pelajar Muhammdiyah) sejak kelas 2 SMP. Tapi saya beruntung, satu minggu setelah masuk pesantren itu saya mimpi dan mengigau dalam bahasa Arab. Tiga bulan kemudian alhamudiIJah saya sudah bisa bahasa Arab.
Waktu kelas dua kami diwajibkan untuk aktif di IPM, dan itu saat pertama kali saya bersentuhan dengan lingkungan Muhammadiyah secara lebih luas. Setelah itu saya ikut training yang kedua kalinya. Ketika kelas dua SMA say a sudah menjadi instruktur dan menjabat sebagai sekretaris cabang. Tapi kemudian pengalaman-pengalaman itu membuat saya sedikit mengalami goncangan. Karena apa yang kita peroleh dalam latihan itu tidak memenuhi kebutuhan kita di alam nyata. Saya mengalami sebuah masa pencarian dan saya tidak menemukan jawabannya.
Waktu kuliah di Jakarta saya lulus di dua tempat, satu di Universitas Hasanudin jurusan jurnalistik dan satu di LlPIA Fakultas Syariah. Saya memilih fakultas syariah karena di situ ada beasisiwa, itu saja.
Dari situ kira-kira dua tahun lamanya saya mengalami goncangan-goncangan yang luar bisa, pencarian yang luar biasa. Pengalaman batin yang berat luar biasa buat saya. Dan saya tidak menemukan jawaban di organisasi di mana saya berada. Begitu dahsyatnya pengalaman batin, membuat saya sering sekali terbangun di tengah malam, jam satu atau jam dua, dan tiba-tiba merasa sedih sekali tapi tidak tahu apa sebabnya, saya sering menangis.
Saya mulai berkenalan dengan pikiran-pikiran dari berbagai negara Islam, mulai membaca. Dan ketika saya sedang mendalami bahasa Arab saya pernah meninggalkan literatur berbahasa Indonesia selama satu tahun, khusus untuk memperdalam bahasa Arab. Saya baca buku-buku yang paling ‘berat’, sekalipun hanya 20 persen yang masuk tapi saya memaksakan diri. Hari-hari itu sangat berat bagi saya, tapi saya mendapatkan hasilnya.
Saya biasa membaca lima jam sehari diluar mata kuliah yag saya pelajari. Dari hasil bacaan-bacaan itulah saya berhasil merangkum satu hal dan dari situlah awal mula saya berkenalan dengan aktivis-aktivis yang disebut dengan aktivis tarbiyah. [Walaupun sebenarnya istilah-istilah itu perlu diclear-kan. 'Tarbiyah itu artinya pendidikan atau pembinaan, usrah itu keluarga, halaqah itu artinya lingkaran. Jadi pada zaman dahulu itu ulama-ulama di masjid suka dikelilingi oleh orang-orang yang mau belajar, membentuk sebuah lingkaran. Jadilah istilah Halaqah]
Waktu saya masuk, teman seangkatan itu ada lima puluh enam orang. Waktu saya tamat tinggal enam orang. Kemudian saya mulai aktif di IPM (Ikatan Pelajar Muhammdiyah) sejak kelas 2 SMP. Tapi saya beruntung, satu minggu setelah masuk pesantren itu saya mimpi dan mengigau dalam bahasa Arab. Tiga bulan kemudian alhamudiIJah saya sudah bisa bahasa Arab.
Waktu kelas dua kami diwajibkan untuk aktif di IPM, dan itu saat pertama kali saya bersentuhan dengan lingkungan Muhammadiyah secara lebih luas. Setelah itu saya ikut training yang kedua kalinya. Ketika kelas dua SMA say a sudah menjadi instruktur dan menjabat sebagai sekretaris cabang. Tapi kemudian pengalaman-pengalaman itu membuat saya sedikit mengalami goncangan. Karena apa yang kita peroleh dalam latihan itu tidak memenuhi kebutuhan kita di alam nyata. Saya mengalami sebuah masa pencarian dan saya tidak menemukan jawabannya.
Waktu kuliah di Jakarta saya lulus di dua tempat, satu di Universitas Hasanudin jurusan jurnalistik dan satu di LlPIA Fakultas Syariah. Saya memilih fakultas syariah karena di situ ada beasisiwa, itu saja.
Dari situ kira-kira dua tahun lamanya saya mengalami goncangan-goncangan yang luar bisa, pencarian yang luar biasa. Pengalaman batin yang berat luar biasa buat saya. Dan saya tidak menemukan jawaban di organisasi di mana saya berada. Begitu dahsyatnya pengalaman batin, membuat saya sering sekali terbangun di tengah malam, jam satu atau jam dua, dan tiba-tiba merasa sedih sekali tapi tidak tahu apa sebabnya, saya sering menangis.
Saya mulai berkenalan dengan pikiran-pikiran dari berbagai negara Islam, mulai membaca. Dan ketika saya sedang mendalami bahasa Arab saya pernah meninggalkan literatur berbahasa Indonesia selama satu tahun, khusus untuk memperdalam bahasa Arab. Saya baca buku-buku yang paling ‘berat’, sekalipun hanya 20 persen yang masuk tapi saya memaksakan diri. Hari-hari itu sangat berat bagi saya, tapi saya mendapatkan hasilnya.
Saya biasa membaca lima jam sehari diluar mata kuliah yag saya pelajari. Dari hasil bacaan-bacaan itulah saya berhasil merangkum satu hal dan dari situlah awal mula saya berkenalan dengan aktivis-aktivis yang disebut dengan aktivis tarbiyah. [Walaupun sebenarnya istilah-istilah itu perlu diclear-kan. 'Tarbiyah itu artinya pendidikan atau pembinaan, usrah itu keluarga, halaqah itu artinya lingkaran. Jadi pada zaman dahulu itu ulama-ulama di masjid suka dikelilingi oleh orang-orang yang mau belajar, membentuk sebuah lingkaran. Jadilah istilah Halaqah]
[Sebelumnya]
Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia.
Engkaulah sebaik-baik yang, mensucikannya.
Engkau pencipta dan pelindungnya
Ya ALLAH, perbaiki hubungan antar kami
Rukunkan antar hati kami
Tunjuki kami jalan keselamatan
Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang
Jadikan kumpulan kami jama’ah orang muda yang menghormati orang tua
Dan jama’ah orang tua yang menyayangi orang muda
Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran terhadap sesama hamba beriman
Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan kedengkian
Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar
Wahai yang menyambung segala yang patah
Wahai yang menemani semua yang tersendiri
Wahai pengaman segala yang takut
Wahai penguat segala yang lemah
Mudah bagimu memudahkan segala yang susah
Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya
Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu
Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu
Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur
Lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus
Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami
Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami
Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami
Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara
Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana kepada kami
“ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala kasih”
Ya ALLAH, kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu
Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu
Berlaku pasti atas kami hukum-Mu
Adil pasti atas kami keputusan-Mu
Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu
Dengan semua nama yang jadi milik-Mu
Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu
Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu
Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu
Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib
Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur’an yang agung
Sebagai musim bunga hati kami
Cahaya hati kami
Pelipur sedih dan duka kami
Pencerah mata kami
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang menenggelamkan dunia
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang marak menyala
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir’aun dan laut yang mengancam nyawa
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan oleh kafir durjana
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam, dan perut ikan
Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya
Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya
Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara
Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa
Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan dunia
Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-Mu murka
Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya
Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami
Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri
Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati, ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan kekayaan
Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami da’i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da’wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran
Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda’wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa.
Oh... Ikhwan
apa bedanya dengan si Marwan
si Ali, Paijo, atau si Iwan
Oh ternyata cuma sebutan
Oh... Ikhwan
walaupun tidak rupawan
alias modal tampang pas-pasan
tetep aja tebar senyuman
alias modal tampang pas-pasan
tetep aja tebar senyuman
Oh... Ikhwan
gayanya sih bisa ketebak dan keliatan
jenggot melambai, baju koko, dan sendal jepit usang
Sesekali komat-kamit sambil jalan
ngomonginnya masalah aksi dan kepartaian
juga khataman and hapalan
Kata orang, "nggak ada bahasan yang lain, Wan?"
Lucunya kalo akhwat sedang berpapasan
langsung minggir, acuh tak acuh, kayak musuhan
("Gubrak...!!!", apaan tuh wan?)
Eh... dia jatuh, kagak ngeliat ada selokan
gayanya sih bisa ketebak dan keliatan
jenggot melambai, baju koko, dan sendal jepit usang
Sesekali komat-kamit sambil jalan
Oh... Ikhwan
nyarinya susah-susah gampang
kadang di masjid, kampus or sekolahan
Nggak taunya buat biaya walimahan
Oh... Ikhwannyarinya susah-susah gampang
kadang di masjid, kampus or sekolahan
Nggak taunya buat biaya walimahan
ngomonginnya masalah aksi dan kepartaian
juga khataman and hapalan
Kata orang, "nggak ada bahasan yang lain, Wan?"
Oh... Ikhwan
anehnya kalo lagi jalan
ngukurin tanah apa ngitung lantai sih, wan?
Oh... ternyata dia jaga pandangan!!!
Ikhwan... Ikhwananehnya kalo lagi jalan
ngukurin tanah apa ngitung lantai sih, wan?
Oh... ternyata dia jaga pandangan!!!
Lucunya kalo akhwat sedang berpapasan
langsung minggir, acuh tak acuh, kayak musuhan
("Gubrak...!!!", apaan tuh wan?)
Eh... dia jatuh, kagak ngeliat ada selokan
Oh... Ikhwan
apa semuanya begitu, wan?
Ada nggak yang masih tebar pesona dan jelalatan?
Berarti itu bukan ikhwan (kan cuma sebutan?!!!)
Nah para akhwat, hati-hati mungkin dia nyari pasangan
apa semuanya begitu, wan?
Ada nggak yang masih tebar pesona dan jelalatan?
Berarti itu bukan ikhwan (kan cuma sebutan?!!!)
Nah para akhwat, hati-hati mungkin dia nyari pasangan
Pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Tantangan-tantangan besar dalam sejarah hanya dapat dijawab oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Itulah sebabnya kita menyebut para pahlawan itu orang-orang besar.
Itu pula sebabnya mengapa kita dengan sukarela menyimpan dan memelihara rasa kagum kepada para pahlawan. Manusia berhutang budi kepada para pahlawan mereka. Dan kekaguman itu adalah sebagian dari cara mereka membalas utang budi.
Mungkin karena itu pula para pahlawan selalu muncul di saat-saat yang sulit, atau sengaja dilahirkan di tengah situasi yang sulit. Mereka datang untuk membawa beban yang tak dipikul oleh manusia-manusia di zamannya. Mereka bukan kiriman gratis dari langit. Tapi sejarah kepahlawanan mulai dicatat ketika naluri kepahlawanan mereka merespon tantangan-tantangan kehidupan yang berat. Ada tantangan dan ada jawaban. Dan hasil dari respon itu adalah lahirnya pekerjaan-pekerjaan besar.
Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Allah untuk me¬rangsang munculnya naluri kepahlawanan dalam diri manusia. Orang-orang yang tidak mempunyai naluri ini akan melihat tantangan sebagai beban berat, maka mereka menghindarinya dan denga sukarela menerima posisi kehidupan yang tidak terhormat. Tapi orang-orang yang mempunyai naluri kepahlawanan akan mengatakan tantangan-tantangan kehidupan itu: Ini untukku! Atau seperti ungkapan orang-orang shadiq dalam perang Khandaq yang diceritakan AI Qur'an: Ketika orang-orang beriman itu melihat musuh-musuh (yang saling bersekutu menghdapi orang-orang beriman), mereka mengatakan: Inilah yang (dulu) dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya telah jujur (dalam janjinya), dan itu tiada menambah mereka kecuali keimanan dan kepasrahan. (QS. AI-Ahzab: 22).
Naluri kepahlawanan lahir dari rasa kagum yang dalam kepada kepahlawanan itu sendiri. Dan itu akan menggoda ‘sang pengagum pahlawan’ untuk melihat dirinya sembari bertanya: Apa engkau dapat melakukan hal yang sama? Apabila ia merasa memiliki kesiapan-kesiapan dasar, maka ia akan menemukan do¬rongan yang kuat untuk mengeksplorasi segenap potensinya untuk tumbuh dan berkembang. Jadi, naluri kepahlawanan adalah kekuatan yang mendorong munculnya potensi-potensi tersembunyi dalam diri seseorang, kekuatan yang berada di balik pertumbuhan ajaib kepribadian seseorang.
Dalam serial jenius-jenius Islam, Abbas Mahmud AI-Aqqad menemukan kunci kepribadian Abu Bakar AI-Shiddiq dalam kata kekaguman kepada kepahlawanan. Kunci kepribadian, kata AI-Aqqad, adalah perangkat lunak yang dapat menyingkap semua tabir kepribadian seseorang. la berfungsi seperti kunci yang dapat membuka pintu dan mengantar kita memasuki semua ruang dalam rumah itu. Dan kita hanya dapat memahami pekerjaan-pekerjaan besar yang telah diselesaikan Abu Bakar dalam kunci rahasia ini. Apakah Anda juga memiliki kunci rahasia itu?
Saya tidak tahu.
Itu pula sebabnya mengapa kita dengan sukarela menyimpan dan memelihara rasa kagum kepada para pahlawan. Manusia berhutang budi kepada para pahlawan mereka. Dan kekaguman itu adalah sebagian dari cara mereka membalas utang budi.
Mungkin karena itu pula para pahlawan selalu muncul di saat-saat yang sulit, atau sengaja dilahirkan di tengah situasi yang sulit. Mereka datang untuk membawa beban yang tak dipikul oleh manusia-manusia di zamannya. Mereka bukan kiriman gratis dari langit. Tapi sejarah kepahlawanan mulai dicatat ketika naluri kepahlawanan mereka merespon tantangan-tantangan kehidupan yang berat. Ada tantangan dan ada jawaban. Dan hasil dari respon itu adalah lahirnya pekerjaan-pekerjaan besar.
Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Allah untuk me¬rangsang munculnya naluri kepahlawanan dalam diri manusia. Orang-orang yang tidak mempunyai naluri ini akan melihat tantangan sebagai beban berat, maka mereka menghindarinya dan denga sukarela menerima posisi kehidupan yang tidak terhormat. Tapi orang-orang yang mempunyai naluri kepahlawanan akan mengatakan tantangan-tantangan kehidupan itu: Ini untukku! Atau seperti ungkapan orang-orang shadiq dalam perang Khandaq yang diceritakan AI Qur'an: Ketika orang-orang beriman itu melihat musuh-musuh (yang saling bersekutu menghdapi orang-orang beriman), mereka mengatakan: Inilah yang (dulu) dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya telah jujur (dalam janjinya), dan itu tiada menambah mereka kecuali keimanan dan kepasrahan. (QS. AI-Ahzab: 22).
Naluri kepahlawanan lahir dari rasa kagum yang dalam kepada kepahlawanan itu sendiri. Dan itu akan menggoda ‘sang pengagum pahlawan’ untuk melihat dirinya sembari bertanya: Apa engkau dapat melakukan hal yang sama? Apabila ia merasa memiliki kesiapan-kesiapan dasar, maka ia akan menemukan do¬rongan yang kuat untuk mengeksplorasi segenap potensinya untuk tumbuh dan berkembang. Jadi, naluri kepahlawanan adalah kekuatan yang mendorong munculnya potensi-potensi tersembunyi dalam diri seseorang, kekuatan yang berada di balik pertumbuhan ajaib kepribadian seseorang.
Dalam serial jenius-jenius Islam, Abbas Mahmud AI-Aqqad menemukan kunci kepribadian Abu Bakar AI-Shiddiq dalam kata kekaguman kepada kepahlawanan. Kunci kepribadian, kata AI-Aqqad, adalah perangkat lunak yang dapat menyingkap semua tabir kepribadian seseorang. la berfungsi seperti kunci yang dapat membuka pintu dan mengantar kita memasuki semua ruang dalam rumah itu. Dan kita hanya dapat memahami pekerjaan-pekerjaan besar yang telah diselesaikan Abu Bakar dalam kunci rahasia ini. Apakah Anda juga memiliki kunci rahasia itu?
Saya tidak tahu.
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Ba'da tahmid wa shalawat
Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)
Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Ba'da tahmid wa shalawat
Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)
Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan: "Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik".
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.
Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:
"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)
Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :
"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).
Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.
Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".
Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.
Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.
Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.
Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.
Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.
Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.
Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.
Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".
"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".
"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".
"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".
"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".
"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu".
"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".
Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku".
Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.
Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.
Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negeri itu.
Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.
Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.
Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita".
Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.
Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".
Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.
Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.
Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.
Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.
Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.
Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab
Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.
Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:
"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)
Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :
"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).
Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.
Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".
Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.
Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.
Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.
Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.
Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.
Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.
Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.
Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".
"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".
"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".
"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".
"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".
"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu".
"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".
Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku".
Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.
Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.
Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negeri itu.
Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.
Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.
Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita".
Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.
Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".
Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.
Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.
Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.
Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.
Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.
Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab
Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader.
Sebagian besar masa kecil saya dihabiskan di desa kelahiran saya, di sebuah desa di Bone, Sulawesi Selatan. Setelah itu ikut orangtua ke Ambon, sempat sekolah SD di sana. Tapi tak lama kemudian balik lagi ke kampung sampai tahun 1979.
Saya bukan termasuk anak yang istimewa waktu kecil. Waktu SD saya termasuk siswa yang tidak menonjol. Saya cuma dikenal di kalangan teman-teman sebagai orang yang pintar bergaul, diterima oleh semua teman-teman.
Saya bukan termasuk anak yang istimewa waktu kecil. Waktu SD saya termasuk siswa yang tidak menonjol. Saya cuma dikenal di kalangan teman-teman sebagai orang yang pintar bergaul, diterima oleh semua teman-teman.
Masuk Pesantren
Prestasi belajar saya termasuk yang jelek. Prestasi saya mulai bagus ketika di pesantren. Di pesantren saya juara dari awal sampai akhir.
Saya masuk pesantren tahun 1980 sampai tahun 1987, sebuah pesantren Daarul Arqom, Muhammadiyah di Ujung Pandang. Usia saya ketika masuk pesantren 11 tahun. Di situ awal yang sangat mempengaruhi pola fikir saya. Karena di pesantren itulah saya mulai belajar dewasa. Di sana saya mulai belajar membaca.
Pesantren saya itu bukan pesantren besar. Waktu saya masuk, muridnya hanya puluhan, terletak di pinggir kota dan masih bernuansa hutan. Tapi di dalam lingkungan yang kecil itu, ada semangat pembelajaran yang tinggi di kalangan santri, bukan pada mata pelajaran saja, tapi juga pada masalah-masalah umum. Jadi ada satu semangat dunia pemikiran.
Karena pesantren itu milik Muhammadiyah, jadi kita diwajibkan ikut organisasi pelajar Muhammadiyah. Dianjurkan untuk aktif berkiprah. Di situlah saya mulai aktif berkiprah di pergerakan pelajar, juga aktif di dunia pergerakan Islam.
Paman sayalah yang selalu mendorong untuk masuk pesantren. Orang tua saya tidak terlalu banyak mengerti masalah itu. Justru paman saya yang mendorong supaya masuk pesantren.
Orangtua
Waktu saya SD, orangtua saya sangat berkecukupan. Orangtua saya mulai bermasalah secara ekonomi ketika saya di pesantren. Orangtua saya pedagang dan tidak berpendidikan. Bapak saya sama sekali tidak pernah sekolah, belajar membaca sendiri. Ibu saya sempat sekolah di SR tapi sebentar. Jadi, orangtua saya tidak mempunyai pola pendidikan yang spesifik. Cuma yang paling berpengaruh bagi saya ada dua hal. Pertama, di keluarga saya berkembang nilai-nilai demokrasi, ada kebebasan. Hubungan kita dengan orangtua bukan hubungan yang hirarkis. Kita dekat dengan orangtua, bebas bicara apa saja dengan 'orangtua. Kedua, orangtua saya cenderung mengikuti keinginan tapi tidak intervensi dalam pilihan-pilihan pendidikan.
Prestasi belajar saya termasuk yang jelek. Prestasi saya mulai bagus ketika di pesantren. Di pesantren saya juara dari awal sampai akhir.
Saya masuk pesantren tahun 1980 sampai tahun 1987, sebuah pesantren Daarul Arqom, Muhammadiyah di Ujung Pandang. Usia saya ketika masuk pesantren 11 tahun. Di situ awal yang sangat mempengaruhi pola fikir saya. Karena di pesantren itulah saya mulai belajar dewasa. Di sana saya mulai belajar membaca.
Pesantren saya itu bukan pesantren besar. Waktu saya masuk, muridnya hanya puluhan, terletak di pinggir kota dan masih bernuansa hutan. Tapi di dalam lingkungan yang kecil itu, ada semangat pembelajaran yang tinggi di kalangan santri, bukan pada mata pelajaran saja, tapi juga pada masalah-masalah umum. Jadi ada satu semangat dunia pemikiran.
Karena pesantren itu milik Muhammadiyah, jadi kita diwajibkan ikut organisasi pelajar Muhammadiyah. Dianjurkan untuk aktif berkiprah. Di situlah saya mulai aktif berkiprah di pergerakan pelajar, juga aktif di dunia pergerakan Islam.
Paman sayalah yang selalu mendorong untuk masuk pesantren. Orang tua saya tidak terlalu banyak mengerti masalah itu. Justru paman saya yang mendorong supaya masuk pesantren.
Orangtua
Waktu saya SD, orangtua saya sangat berkecukupan. Orangtua saya mulai bermasalah secara ekonomi ketika saya di pesantren. Orangtua saya pedagang dan tidak berpendidikan. Bapak saya sama sekali tidak pernah sekolah, belajar membaca sendiri. Ibu saya sempat sekolah di SR tapi sebentar. Jadi, orangtua saya tidak mempunyai pola pendidikan yang spesifik. Cuma yang paling berpengaruh bagi saya ada dua hal. Pertama, di keluarga saya berkembang nilai-nilai demokrasi, ada kebebasan. Hubungan kita dengan orangtua bukan hubungan yang hirarkis. Kita dekat dengan orangtua, bebas bicara apa saja dengan 'orangtua. Kedua, orangtua saya cenderung mengikuti keinginan tapi tidak intervensi dalam pilihan-pilihan pendidikan.
“Manusia itu bagai rombongan seratus onta, hampir-hampir tak kau temukan ada yang layak diantara mereka untuk jadi penggembala.” (al-hadits)“Manusia itu bagai rombongan seratus onta, hampir-hampir tak kau temukan ada yang layak diantara mereka untuk jadi penggembala.” (al-hadits)
Hari ini saya mengenang hadits itu, ketika seorang Ikhwah menyurati saya dan mengatakan ini: “Saya khawatir bahwa -suatu saat- saya termasuk diantara orang yang disebut Sayyid Quthb: 'Siapa yang hidup bagi dirinya akan hidup sebagai manusia kecil dan mati sebagai manusia kecil.' Tidak! Saya ingin menjadi mereka yang disebut Sayyid Quthb: 'Siapa yang hidup bagi orang lain, hidup sebagai manusia besar dan takkan mati selamanya."
Hari ini saya mengenang hadits itu. Karena hari ini, dan hari-hari selanjutnya, kita akan selalu membutuhkan orang-orang yang 'Sanggup memberontak untuk membebaskan diri dari status quo 'seratus onta. Kehendak yang diejawantah dalam jenak-jenak keseharian kita: saat mana engkau terlepas dari dirimu, melampaui batas-batas kesenangannya, memendam semua ketergantungannya pada bumi, menuju dunia orang lain, wilayah kepentingan duniawi dan ukhrowinya, memberi harga dan arah bagi napak tilas kehidupannya. Sebab hanya dalam jenak-jenak seperti itu kita menemukan makna kebebasan, harga kehendak, dan menyaksikan betapa indah panorama keterlepasan dari penjara kekerdilan jiwa.
Hari ini saya mengenang hadits itu, ketika seorang Ikhwah menyurati saya dan mengatakan ini: “Saya khawatir bahwa -suatu saat- saya termasuk diantara orang yang disebut Sayyid Quthb: 'Siapa yang hidup bagi dirinya akan hidup sebagai manusia kecil dan mati sebagai manusia kecil.' Tidak! Saya ingin menjadi mereka yang disebut Sayyid Quthb: 'Siapa yang hidup bagi orang lain, hidup sebagai manusia besar dan takkan mati selamanya."
Hari ini saya mengenang hadits itu. Karena hari ini, dan hari-hari selanjutnya, kita akan selalu membutuhkan orang-orang yang 'Sanggup memberontak untuk membebaskan diri dari status quo 'seratus onta. Kehendak yang diejawantah dalam jenak-jenak keseharian kita: saat mana engkau terlepas dari dirimu, melampaui batas-batas kesenangannya, memendam semua ketergantungannya pada bumi, menuju dunia orang lain, wilayah kepentingan duniawi dan ukhrowinya, memberi harga dan arah bagi napak tilas kehidupannya. Sebab hanya dalam jenak-jenak seperti itu kita menemukan makna kebebasan, harga kehendak, dan menyaksikan betapa indah panorama keterlepasan dari penjara kekerdilan jiwa.
Adakah sesuatu yang diwariskan oleh manusla-manusla abadi, ketika mereka meninggalkan dunia manusia, selain dari apa yang dulu pernah diberikannya bagi orang lain? Mungkin benda. Tapi lebih banyak pikiran. Lebih banyak perasaan.
Apakah yang membuat manusla kecil dari keluarga seratus onta, segera tercampak ke tong sampah keterlupaan saat mereka meninggalkan dunia manusia, selain dari kenyataan bahwa dulu ia melupakan orang lain dan menganggap bahwa hidup hanya bagi dirinya?
Hidup bagi orang lain sama seperti menulis nama diri diatas lembar putih ingatan hatinya. Dan hidup bagi diri sendiri sama seperti menulis lagu kematian sebelum waktunya.
Manusia besar itu selalu diliputi oleh suatu kesadaran sakral yang intens, bahwa eksistensi dirinya hanya benar-benar nyata saat mana ia menjadi bagian dari komunitasnya; yaitu komunitas yang terbentuk dari satuan-satuan hati yang berwama sarna, bertujuan sama dan bekerja sama. Individualitas yang lebur utuh dalam komunitas sosialnya, komunitas hatinya, komunitas pikirannya, adalah syarat awal menuju negri keabadian.
Harga kita sebagai indivudu, dengan begitu, ditentukan oleh intensitas keleburan tersebut. Karena yang meng-abadi-kan individu itu bukan dirinya sendiri, melainkan komunitasnya, sekalipun memang komunitas itu bekerja mengabadikannya karena kelayakan individu itu untuk menjadi abadi.
Maka ketika akh yang menyurati saya itu mengungkap tekadnya untuk lebur dalam komunitas hati dan pikirannya, saya mulai percaya bahwa perlahan-lahan generasi Muslim kini mulai belajar meninggalkan dirinya, meninggalkan kekerdilannya, meninggalkan kelayakannya untuk hilang fana, menuju kebesaran, menuju keabadian, menuju dunia orang lain, menuju kenyataan bahwa ia takkan mati selamanya.
Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.
Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.
Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.
Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.
Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?
Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.
Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat?"
Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.
Justru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.
Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.
Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?
Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?
Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku."
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.
Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"
Jika kita memperhatikan perjalanan hidup kita, kita akan menemukan bahwa Allah telah memberikan kita nikmat dan karunia yang tidak terhingga kepada kita. Dimulai ketika kita terlahir dalam keluarga muslim dan hingga sekarang, Allah masih memberikan kita nikmat iman dan Islam. Berapa banyak manusia yang terlahir dalam lingkungan keluarga non-muslim hingga dewasa, bahkan sampai ajal menjemput. Mereka tetap tidak mendapatkan atau menjaga fitrah penciptaannya, yaitu Islam seperti disebutkan dalam hadits “kullu mauluudin yuuladu ‘alal fithrah” (tiap bayi dilahirkan atas fitrah Islam).
Saudaraku…
Bukankah ini karunia besar yang patut kita syukuri? Allah mencela dan mengancam orang yang tidak mensyukuri nikmat dengan siksa yang pedih nanti di akhirat,
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim:7)
Kelimpahan nikmat dan kebaikan yang Allah berikan kepada manusia disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Mulk:1)
Al-Qur’an mengungkapkan keberlimpahan kebaikan Allah dengan ungkapan “tabarak” yang arti sebenarnya adalah Maha Pemberi kebaikan yang berlimpah dan tak terhingga. Pengertian ini dapat kita lihat di ayat lain yang menyebutkan,
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan dapat menghitungnya.” (Ibrahim:34)
Hal di atas cukup untuk menjadi alasan pribadi bagi seorang muslim untuk bersyukur dan membela Islam. Dalam tinjauan yang lebih luas lagi, Islam bukan hanya agama pribadi, tetapi juga sebuah arus dan ideologi yang harus diperjuangkan agar nilai-nilainya berjalan di muka bumi. Untuk tujuan ini, maka intima (berafiliasi) kepada Islam dan perjuangan dakwah Islam menjadi suatu keharusan dan wujud dari rasa syukur manusia kepada Allah Taala.
Islam adalah ideologi dan risalah Allah yang harus sampai kepada seluruh manusia atau menjadi rahmat bagi semesta. Tugas besar ini memerlukan orang-orang yang memiliki komitmen dan loyalitas serta keterikatan yang kuat kepada Islam. Pembelaan dan keberpihakan kita kepada Islam merupakan wujud intima kita kepada Islam dan gerakan dakwah. Ekspresi kesyukuran kita atas semua nikmat ini harus benar-benar terwujud.
Saudaraku…
Intima kepada Islam bukan berarti mengungkung manusia, mengikat manusia dan merasa tidak merdeka. Sisi lain dari pemahaman intima yang dapat diwujudkan adalah seperti yang dikatakan Imam Syafi’i dalam suatu syairnya,
الحُرُّ مَنْ رَاعَى وِدَادَ لحَظَةٍ أَو انْتَمَى لمِنَ أَفَادَهُ لَفْظَة
“Orang yang merdeka adalah orang menjaga (merawat) kasih sayang (ukhuwah) yang hanya sebentar atau orang yang berafiliasi kepada orang yang telah memberikan manfaat meski hanya satu kata.”
Dakwah dan tarbiyah telah memberikan sesuatu yang banyak kepada kita. Kita bukan hanya menerima ukhuwah sesaat dari saudara kita lainnya, bahkan bertahun-tahun kita telah hidup menjalin ukhuwah. Ilmu dan nilai yang bermanfaat buat kehidupan telah banyak kita dapatkan dari murabbi kita, dari qiyadah kita dan saudara sejawat kita. Jadi kita telah banyak berutang kepada dakwah dan pelaku dakwah itu sendiri, apalagi kepada Allah Taala, sumber segala kebaikan.
Dengan banyaknya kebaikan yang kita dapatkan dari dakwah dan tarbiyah, maka kita belum dapat dikatakan merdeka jika kita tidak dapat berterima kasih kepada para dai, murabbi, qiyadah, mas’ul (penanggung jawab) kita yang telah menunaikan hak ukhuwah kepada kita. Bukan hanya lahzhah (beberapa menit), tetapi bertahun-tahun kita merasakan kebaikan ukhuwah tersebut.
Manfaat yang kita dapatkan dari perkataan murabbi kita bukan hanya lafzhah(sepatah dua patah), tetapi ribuan kata dalam bentuk arahan, taujih, materi dan berbagai pelajaran telah kita dapatkan, bahkan sebagian kita ada yang membukukan materi yang mereka dapatkan.
Sudah sepantasnya dan tanpa ragu-ragu, kita harus memberikan kontribusi kita kepada dakwah dan gerakan dakwah ini sebagai wujud dan bukti intima kita kepada Islam.
Misi dakwah telah dibebankan kepada para dai. Mereka adalah manusia. Kepada merekalah kita menunjukkan intima Islam kita. Kepada murabbi, kepada mas’ul, kepada qiyadah dan kepada mereka yang urusan kita menjadi tanggungannya kita bekerja sama dan beramal jamai.
Ketaatan kita kepada qiyadah dan mas’ul merupakan cerminan intima kita kepada gerakan dakwah, karena Allah telah memerintahkan kita untuk taat kepada pemimpin.
Saudaraku…
Jika nikmat keislaman kita syukuri dengan berwala’ (memberikan loyalitas) kepada Allah, kepada Rasul dan kepada pemimpin Islam, maka nikmat berukhuwah dapat kita syukuri dengan senantiasa berafiliasi kepada gerakan dakwah dalam kerja dan ketaatan kepada kebijakan dakwah, insya Allah.
Wallahu a’lam
Sumber : Dakwatuna
Sumber : Dakwatuna
Para pahlawan mukmin sejati selalu unggul dalam kekuatan spiritual dan semangat hidup. Senantiasa ada gelombang gairah kehidupan yang bertalu-talu didalam jiwa mereka. ltulah yang membuat sorot mata mereka selalu tajam dibalik kelembutan sikap mereka. Itulah yang membuat mereka selalu penuh harapan di saat virus keputusasaan mematikan semangat hidup orang lain. ltulah vitalitas.
Tidak pemahkah kesedihan menghinggapi hati mereka? Tldak adakah Jalan bagi ketakutan menuju jiwa mereka? Pernahkah mereka tergoda oleh keputusasaan untuk mengundurkan diri dari pentas kepahlawanan? Adakah saat dimana mereka merasa lemah, cemas, dan merasa tidak mungkin memenangkan pertarungan?
Para pahlawan itu tetaplah manusia biasa. Semua gejala jiwa yang di rasakan oleh manusia biasa juga di rasakan para pahlawan. Ada saat dimana mereka sedih. Ada saat dimana mereka takut. Jenak-jenak kelemahan, keputusasaan, kecemasan dan keterpurukan juga pemah mendera jiwa mereka.
Tapi yang membedakan dari manusia biasa adalah bahwa mereka selalu mengetahui bagaimana mempertahankan vitalitas, bagaimana melawan keta¬kutan-ketakutan, melawan kesedihan-kesedihan, bagaimana mempertahankan harapan di hadapan keputusasaan, bagaimana melampaui dorongan untuk menyerah dan pasrah di saat kelemahan mendera jiwa mereka. Mereka mengetahui bagaimana melawan gejala kelumpuhan jiwa.
Vitalitas hidup biasanya dibentuk dari paduan keberanian, harapan hidup, dan kegembiraan jiwa. Tapi ketiga hal ini di bentuk oleh paduan keyakinan-keyakinan iman dan talenta kepahlawanan dalam diri mereka. Dari sini saya kemudian menemukan bahwa para pahlawan mukmin sejati selalu memiliki tradisi spiritual yang khas. Mereka mempunyai kebiasaan-kebiasaan khas yang di bentuk oleh keyakinan yang unik terhadap kegaiban. Dengan cara itu mereka mempertahanknn keyakinan mereka pada pertolongan Allah dan harapan akan kemenangan. Dengan cara itu mereka mempertahankan stamina perlawanan yang konstan. Kebiasaan-kebiasaan yang khas itu biasanya berbentuk ibadah mahdhah, tapi biasanya disertai dengan perilaku-perilaku tertentu yang sangat pribadi. Misalnya dua contoh berikut ini:
Dalam suatu peperangan kaum Muslimin menemukan betapa kekuatan Ibnu Taimiyah melampaui para mujahidin lainnya. Merekapun menanyakan rahasia kekuatan itu pada Ibnu Taimiyah. Beliau menjawab: "Ini adalah buah dari Ma’tsurat yang selalu saya baca di pagi hari setelah sholat subuh sampai terbitnya matahari. Saya selalu menemukan kekuatan yang dahsyat setiap setelah melakukan wirid itu. Tapi jika suatu saat saya tidak melakukannya, saya akan merasa seperti lumpuh hari itu”.
Suatu saat -dalam perang Yarmuk- Khalid Bin Walid menyuruh dengan marah beberapa pasukannya untuk mencari topi perangnya yang hilanq dari kepalanyanya. Beberapa saat kemudian pasukannya muncul dan melaporkan kalau topi Kholid tidak berhasil ditemukan. Khalid pun marah dan menyuruh mereka mencari kembali. Akhirnya mereka menemukannya. Tapi kemudian Khalid merasa perlu menjelaskan sikapnya yang unik itu. "Dibalik topi perang saya ini ada beberapa helai rambut Rasulullah SAW. Tidak pemah saya memasuki suatu peperangan dan memakai topi ini melainkan pasti saya merasa yakin bahwa Rasulullah SAW mendoakan kemenanganan bagi saya."
ltu hanyalah sebentuk hubungan yang sangat pribadi dengdn Rasulullah yang pernah menggelarinya "Pedang Allah Yang Senantiasa Terhunus."
Vitalitas hidup biasanya dibentuk dari paduan keberanian, harapan hidup, dan kegembiraan jiwa. Tapi ketiga hal ini di bentuk oleh paduan keyakinan-keyakinan iman dan talenta kepahlawanan dalam diri mereka. Dari sini saya kemudian menemukan bahwa para pahlawan mukmin sejati selalu memiliki tradisi spiritual yang khas. Mereka mempunyai kebiasaan-kebiasaan khas yang di bentuk oleh keyakinan yang unik terhadap kegaiban. Dengan cara itu mereka mempertahanknn keyakinan mereka pada pertolongan Allah dan harapan akan kemenangan. Dengan cara itu mereka mempertahankan stamina perlawanan yang konstan. Kebiasaan-kebiasaan yang khas itu biasanya berbentuk ibadah mahdhah, tapi biasanya disertai dengan perilaku-perilaku tertentu yang sangat pribadi. Misalnya dua contoh berikut ini:
Dalam suatu peperangan kaum Muslimin menemukan betapa kekuatan Ibnu Taimiyah melampaui para mujahidin lainnya. Merekapun menanyakan rahasia kekuatan itu pada Ibnu Taimiyah. Beliau menjawab: "Ini adalah buah dari Ma’tsurat yang selalu saya baca di pagi hari setelah sholat subuh sampai terbitnya matahari. Saya selalu menemukan kekuatan yang dahsyat setiap setelah melakukan wirid itu. Tapi jika suatu saat saya tidak melakukannya, saya akan merasa seperti lumpuh hari itu”.
Suatu saat -dalam perang Yarmuk- Khalid Bin Walid menyuruh dengan marah beberapa pasukannya untuk mencari topi perangnya yang hilanq dari kepalanyanya. Beberapa saat kemudian pasukannya muncul dan melaporkan kalau topi Kholid tidak berhasil ditemukan. Khalid pun marah dan menyuruh mereka mencari kembali. Akhirnya mereka menemukannya. Tapi kemudian Khalid merasa perlu menjelaskan sikapnya yang unik itu. "Dibalik topi perang saya ini ada beberapa helai rambut Rasulullah SAW. Tidak pemah saya memasuki suatu peperangan dan memakai topi ini melainkan pasti saya merasa yakin bahwa Rasulullah SAW mendoakan kemenanganan bagi saya."
ltu hanyalah sebentuk hubungan yang sangat pribadi dengdn Rasulullah yang pernah menggelarinya "Pedang Allah Yang Senantiasa Terhunus."
KH Rahmat Abdullah dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 3 Juli 1953. Putra kedua dari 4 (empat) bersaudara ini hidup dari keluarga asal Betawi yang sederhana dan taat beragama. Pada usia 11 tahun ia harus menapaki hidupnya tanpa asuhan sang ayah, saat itu ia mulai berstatus sebagai seorang anak yatim.
Awal pendidikan resminya, disamping dididik oleh kedua orangtuanya, ia memasuki sebuah perguruan Islam yang terkenal di Jakarta, Perguruan Asy-Syafi’iyah bimbingan KH Abdullah Syafi’i (tokoh Islam yang berwibawa di kota ini) hingga menamatkan sekolah tingkat Aliyah (tingkat menengah) dengan prestasi yang gemilang.
Rahmat Abdullah muda sangat berbeda dengan kaum remaja seusianya pada saat itu. Ia taat beribadah, disamping mempunyai karakter dan akhlaq yang mulia. Hari-harinya dihabiskan untuk belajar, membaca dan membaca. Bahkan di usianya yang sangat muda, ia telah memposisikan dirinya sebagai guru ditempat ia menuntut ilmu.
Awal pendidikan resminya, disamping dididik oleh kedua orangtuanya, ia memasuki sebuah perguruan Islam yang terkenal di Jakarta, Perguruan Asy-Syafi’iyah bimbingan KH Abdullah Syafi’i (tokoh Islam yang berwibawa di kota ini) hingga menamatkan sekolah tingkat Aliyah (tingkat menengah) dengan prestasi yang gemilang.
Rahmat Abdullah muda sangat berbeda dengan kaum remaja seusianya pada saat itu. Ia taat beribadah, disamping mempunyai karakter dan akhlaq yang mulia. Hari-harinya dihabiskan untuk belajar, membaca dan membaca. Bahkan di usianya yang sangat muda, ia telah memposisikan dirinya sebagai guru ditempat ia menuntut ilmu.
Dunia ilmu adalah dunia yang sangat melekat dalam dirinya. Kegemarannya membaca Al Qur’an dan aneka buku membuat ia jauh lebih cepat matang dibandingkan dengan remaja-remaja lain pada umumnya. Di saat inilah ia banyak membaca pikiran-pikiran para tokoh perjuangan, seperti HOS Cokro Aminoto, Moh. Natsir, Hasan Al-Banna, Sayyid Qutb, Maududi dan tokoh-tokoh lainnya. Di samping ia tetap menekuni kitab-kitab klasik (kitab kuning) sebagai warisan sejarah.
Kebersihan jiwanya telah mengantarkan Rahmat Abdullah menjadi pemuda pembelajar cepat yang sangat cemerlang seperti sebuah lautan ilmu tanpa menyandang gelar. Ia perpaduan antara khazanah ilmu-ilmu keislaman klasik dan pandangan Islam modern yang tidak dimiliki oleh banyak orang yang berlabel sang ustadz.
Dunia seni dan sastra sebagai media komunikasi budaya juga merupakan bagian bagi dirinya yang tak pernah lepas. Antara bakat dan semangat yang telah melekat. Ia gemar dzikir dan fikir, membaca fenomena alam yang kemudian diekspresikan dalam bentuk produk seni, seperti puisi, esai, butir-butir nasyid dan naskah drama. Oleh karena itulah banyak orang cenderung menjulukinya sebagai seorang ”budayawan”.
Sebagai da’i sejati, ia habiskan waktu, tenaga serta pikirannya untuk kegiatan da’wah. Siang dan malam dilaluinya pengajian demi pengajian tanpa mengenal lelah dan keluh kesah. Ia menjadi tempat anak-anak muda berkonsultasi, berbagi rasa, curahan hati tanpa ada batas waktu ”pelayanan ummat”. Itulah peran yang ia mainkan hingga kini.
Sebagai seorang Mubaligh, ia dikenal memiliki karakter yang khas. Kemampuan retorika tinggi yang dihiasi oleh sentuhan sastra yang unik, acap kali membuat para pendengar menangis sebagaimana kemampuan ia membangkitkan semangat yang menggelora ketika ia mengangkat isu tentang jihad.
Kebersihan jiwanya telah mengantarkan Rahmat Abdullah menjadi pemuda pembelajar cepat yang sangat cemerlang seperti sebuah lautan ilmu tanpa menyandang gelar. Ia perpaduan antara khazanah ilmu-ilmu keislaman klasik dan pandangan Islam modern yang tidak dimiliki oleh banyak orang yang berlabel sang ustadz.
Dunia seni dan sastra sebagai media komunikasi budaya juga merupakan bagian bagi dirinya yang tak pernah lepas. Antara bakat dan semangat yang telah melekat. Ia gemar dzikir dan fikir, membaca fenomena alam yang kemudian diekspresikan dalam bentuk produk seni, seperti puisi, esai, butir-butir nasyid dan naskah drama. Oleh karena itulah banyak orang cenderung menjulukinya sebagai seorang ”budayawan”.
Sebagai da’i sejati, ia habiskan waktu, tenaga serta pikirannya untuk kegiatan da’wah. Siang dan malam dilaluinya pengajian demi pengajian tanpa mengenal lelah dan keluh kesah. Ia menjadi tempat anak-anak muda berkonsultasi, berbagi rasa, curahan hati tanpa ada batas waktu ”pelayanan ummat”. Itulah peran yang ia mainkan hingga kini.
Sebagai seorang Mubaligh, ia dikenal memiliki karakter yang khas. Kemampuan retorika tinggi yang dihiasi oleh sentuhan sastra yang unik, acap kali membuat para pendengar menangis sebagaimana kemampuan ia membangkitkan semangat yang menggelora ketika ia mengangkat isu tentang jihad.
Pagi-pagi ba’da shubuh dan bebenah, seperti biasa acara rutin sebagian ibu-ibu adalah belanja. Demikian pula aku. Udara masih dingin kala itu. Kuturuni tangga kontrakanku. Kujumpai sebagian ibu-ibu berjalan menuju titik yang sama, tempat belanja! Tanah kapling di bawah kontrakanku masih banyak yang belum dibangun. Aku berjalan tepat di samping rumah ustadz Hidayat Nurwahid, Presiden Partai Keadilan. Di Belakang rumah beliau, rumput masih banyak tumbuh dan tanah sedikit berair menyisakan tanda-tanda rawa yang masih belum sepenuhnya teruruk. Aku terus berjalan. Naik beberapa tangga, melalui pintu gerbang SDIT Iqro’ Pondok Gede yang sudah terkuak. Rumah ustadz Rahmad Abdullah yang asri dan sederhana kulewati. Rumah yang tiap dua hari sepekan kusambangi sebab disitulah aku belajar tahsin pada istri beliau. Aku terus berjalan melalui beberapa rumah para aktivis da’wah hingga akhirnya sampailah ke tempat belanjaan.
Belum selesai aku memilih-milih, tiba-tiba muncul laki-laki yang di lingkungan kami sangat dikenal dan tidak asing. Beliau bersama putranya. Kemunculannya tentu sangat tidak diduga. Kami para ibupun mempersilakan beliau untuk mendapat pelayanan terlebih dahulu. Beliaulah satu-satunya laki-laki saat itu. Aku memperhatikannya. Subhanallah, tak ada kecanggungan.
Belum selesai aku memilih-milih, tiba-tiba muncul laki-laki yang di lingkungan kami sangat dikenal dan tidak asing. Beliau bersama putranya. Kemunculannya tentu sangat tidak diduga. Kami para ibupun mempersilakan beliau untuk mendapat pelayanan terlebih dahulu. Beliaulah satu-satunya laki-laki saat itu. Aku memperhatikannya. Subhanallah, tak ada kecanggungan.
Sesampai di rumah kuceritakan apa yang kulihat pada suamiku, dengan penuh kekaguman.
“Ya, begitulah yang terjadi dalam keluarga beliau. Saling taawun antara suami istri tanpa harus dibatasi oleh pemisahan pekerjaan yang kaku, “komentar suamiku yang berinteraksi cukup intensif.
Esoknya aku menjalani rutinitas yang sama, belanja. Di jalan aku berpapasan dengan laki-laki itu kembali, bersama putranya.
“Belanja ustadz?” Aku sengaja menyapa.
“Iya, istri lagi sakit perut dan khodimah (Pembantu) pulang, Jawab beliau sambil tersenyum.
Aku mengangguk-angguk. Subhanallah, aku jadi teringat Ammar bin Yasir ketika menjabat sebagai gubernur. Beliau kadang belanja di pasar dan mengikat serta memanggul sayuran sendirian. Inilah profil yang perlu di jadikan teladan.
Laki-laki yang saya jumpai itu yang belanja di tukang sayur itu adalah ustadz Ahmad Heriawan, Lc. Beliau adalah ketua Partai Keadilan DKI Jakarta dan anggota DPRD DKI Jakarta. Saya tidak akan terheran-heran jika beliau belanja bersama istri dan anak-anaknya di Supermarket, yang bagi keluarga muda atau keluarga jaman sekarang hal yang biasa dan sangat tidak tabu. Tetapi ini harus berbelanja dan ikut antri dengan para ibu rumah tangga, walau pada akhirnya beliau dipersilahkan untuk dilayani lebih dahulu.
Lagi-lagi dengan takjub saya menceritakan apa yang saya lihat kepada suami saya. Sebagai orang yang intensif bertemu dengan beliau bahkan banyak menimba ilmu kepada beliau, suami saya berkata,
“Ustadz Heriawan memang subhanalloh Dik. Sebagai muridnya, saya merasakan kedekatan. Ketika sholat jama’ah di masjid misalnya, beliau kadang-kadang secara tiba-tiba merangkul saya dari belakang. Saya juga beruntung mempunyai jadwal ronda dengan beliau.”
Ya, suami saya memang beruntung, beliau mendapat jadwal ronda bersama ustadz Ahmad Heriawan dan Ustadz Satori Ismail, sehingga pembicaraan kala ronda adalah pembicaraan-pembicaraan yang bermutu.
Ah… saya jadi menghayal, seandainya negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang berakhlaq mulia, yang mempunyai keharmonisan keluarga, yang dekat dengan anak istrinya, yang mempunyai hubungan baik dengan para tetangga, yang memuliakan wanita dan kaum papa, betapa indahnya dunia. Saya jadi teringat cerita sederhana dari istri beliau.
“Ayahnya Khobab (ustadz Ahmad Heriawan) sangat suka sayur lodeh nangka. Suatu saat beliau meminta saya untuk memasaknya. Begitu tahu bahwa ternyata membuat sayur lodeh nangka itu membutuhkan proses yang begitu lama, beliau pun berkata, “Sudah Bu, Sekali ini saja. Kalau tahu bahwa prosesnya begini lama, ayah tak akan meminta dibikinkan. Dari pada waktu demikian panjang hanya habis untuk bikin sayur, mending buat baca atau untuk mengerjakan yang lain.”
Nampaknya sangat sederhana, namun saya melihat ada satu hal yang luar biasa, tersirat dalam ungkapan itu, pemberian peluang yang luas bagi berkembangnya istri.
Saya memang harus banyak belajar dari keluarga pimpinan saya yang sempat menjadi tetangga saya itu. Yang jika orang-orang terkenal memberikan tariff dalam ceramah-ceramahnya, beliau malah pernah menolak ceramah dengan bayaran cukup lumayan karena harus terikat dengan pola yang diterapkan penyelenggara. Maka jangan heran, jika kita mengundang beliau dan memberikan “amplop” dengan mengatakan uang transport, maka seluruh uang yang ada di dalam amplop itu akan beliau gunakan untuk membayar jasa transportasi, dan tak menyisakan untuk kantong beliau sendiri.
Ah, itukah sibghoh Allah? Sebuah generasi yang dijanjikan oleh Allah dalam surat Al-Maidah : 54 itu semoga kian dekat di sekitar kita, dan semoga memang sidah ada di sekitar kita.