Ramadhan dan Perubahan



Bisa jadi hanyalah sebuah kebetulan bahwa tsunami keuangan global dengan episentrum di Amerika Serikat terjadi saat ummat Islam sedang menikmati gemblengan Allah melalui berbagai amal ibadah di bulan Ramadhan. Namun bisa saja, guncangan terhadap sistem kapitalis global yang ditandai dengan jatuhnya perusahaan sekuritas terbesar keempat di AS, Lehman Brothers, merupakan cara Allah berkomunikasi untuk menunjukkan betapa rapuhnya peradaban manusia di bawah hegemoni idiologi kapitalisme.

Secara cermat ayat-ayat kauniyah telah berbicara kepada seluruh manusia untuk menunjukkan rapuhnya kapitalisme tepat di titik yang menjadi kebanggaannya. Bukankah selama ini para pendukung dan penganjur kapitalisme senantiasa mengagung-agungkan keberhasilan mereka dalam membangun sistem perekonomian dunia hingga berhasil mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih beradab. Namun realitas menuturkan bahwa semakin hari dapat kita saksikan peradaban kapitalis kian menunjukkan tanda-tanda keruntuhannya.

Selama ini serangan para pemikir Islam terhadap peradaban kapitalis hanya menyentuh aspek ruhiyah atau moral kejiwaan yang tidak mendapatkan perhatian dari peradaban berbasis materi tersebut. Dampak dari peminggiran ide-ide ketuhanan pada peradaban kapitalis telah melahirkan generasi yang kering kerontang jiwanya. Keberhasilan di bidang materi yang dapat dicapainya harus dibayar mahal dengan kehampaan jiwa. Kegelisahan, kegundahan hati dan kekosongan jiwa adalah aksesoris dari peradaban berbasis idiologi kapitalisme.

Ustadz Sayyid Quthb dalam mukadimah tafsir Fi Zhilalil Qur’an mengkritisi peradaban kapitalis dengan pandangan bahwa peradaban materialis tersebut tegak berdiri seperti burung yang mengepakkan satu sayapnya yang perkasa, sedangkan sayapnya yang lain lemah lunglai. Peradaban ini sukses mencapai kemajuan dalam bidang penemuan materi tetapi gagal di bidang nilai-nilai kemanusian. Peradaban berbasis idioligi kapitalis itu telah melahirkan kecemasan, kebingungan, berbagai penyakit jiwa dan saraf.

Kehampaan jiwa pada masyarakat peradaban kapitalis telah menghasilkan dekadensi moral luar biasa dan kejahatan kemanusiaan yang tak pernah terbayangkan. Seorang anak mampu membunuh orang tuanya hanya karena persoalan video game. Seseorang mengamuk di kampus dengan memberondongkan peluru dari senjatanya tanpa sebuah alasan yang jelas. Hubungan badan antara anggota keluarga sedarah mulai sering kita dengar. Pada gilirannya kehampaan jiwa pada masyarakat kapitalis tersebut akan meruntuh sendi-sendi peradaban materialis itu sendiri.

Demikianlah biasanya para pemikir Islam melakukan kritisi terhadap ide-ide kapitalis. Mereka menggap kapitalisme telah berhasil mencapai kemajuan di bidang materi tetapi gagal di persoalan ruhiyah atau kejiwaan. Namun akhir-akhir ini, khususnya di bulan Ramadhan, Allah telah membukakan jalan bagi para pemikir Islam untuk juga dapat menunjukkan borok-borok idiologi kapitalisme di bidang materi yang menjadi kebanggaan para pendukungnya.

Sampai hari ini kapitalisme masih gagal mendistribusikan kesejahteraan materi kepada seluruh warga dunia. Peradaban kapitalis gagal memberikan pemerataan kesejahteraan dan gagal melakukan pengentasan kemiskinan. Terjadi kesenjangan kehidupan antar negara, antar daerah dalam sebuah negara dan antar anggota masyarakat. Kegagalan kapitalisme sebenarnya sudah terlihat dari beberapa data statistik.

Seabrook (2003) pada bukunya The No-Nonsense Guide to World Proverty, sebagaimana dikutip oleh Dr. Dradjad H. Wibowo, mengungkapkan bahwa diperkirakan lebih dari 840 juta penduduk dunia mengalami malnutrisi dan enam juta balita meninggal setiap tahun sebagai akibatnya. Sekitar 1,2 miliar penduduk dunia hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 1 sehari. Sekitar separuh penduduk dunia hidup dengan US$ 2 sehari. Sementara di lain pihak, penghasilan dari kelompok 1% terkaya di dunia setara dengan kekayaan 57% penduduk dunia.

Rapuhnya sistem ekonomi kapitalis sesungguhnya telah ditunjukkan melalui krisis dalam skala global yang telah terjadi berkali-kali. Setidaknya sejarah mencatata bahwa pada tahun 1930 pernah terjadi krisis ekonomi dunia. Pada tahun 1996-1997 terjadi kembali krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia dengan di tandai rontoknya nilai mata uang beberapa negara Asia, termasuk Indonesia. Tentu masih segar dalam ingatan bahwa kita baru saja keluar dari krisis harga minyak mentah dunia. Melambungnya harga minyak dunia hingga ke tingkat US$ 147 telah memaksa Indonesia kembali melakukan kebijakan mencabut subsidi BBM. Terakhir adalah krisis subprime mortgage yang telah dimulai sejak 2006 dan kemudian menyebabkan runtuhnya beberapa kekuatan keuangan dunia.

Runtuhnya beberapa raksasa keuangan dunia di bulan Ramadhan 1429 H, mengisyaratkan kepada kita semua bahwa perubahan harus segera dimulai. Peradaban dunia tidak lagi bisa dipercayakan kepada ide kapitalisme. Kegagalan ide kapitalisme seharusnya sudah bisa diterka dengan mudah, karena ide tersebut lari dari fitrah manusia. Ide kapitalisme gagal menghargai manusia secara utuh. Kehidupan manusia tidak hanya di topang oleh aspek jasad dan akal. Perlu hadir sebuah peradaban manusia yang memberikan perhatian secara integral terhadap seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari akal, jasad hingga persoalan ruh atau moral.

Faktor utama yang melakukan pembusukan terhadap keberhasilan ide kapitalisme adalah tidak berperannya faktor moral. Kerusakan sistem kapitalis sebenarnya bersumber dari persoalan moral. Keserakahan yang berujung pada tindakan mementingkan diri sendiri dan kecurangan telah mendorong sistem kapitalis sedikit demi sedikit ke arah jurang kehancuran. Keserakahan telah mengakibatkan ide kapitalisme gagal mendistribusikan kesejahteraan. Korupsi yang telah mengakibatkan pengentasan kemiskinan di Indonesia berjalan di tempat juga dipicu oleh nafsu serakah.

Keberkahan bulan suci Ramadhan telah menunjukkan kepada kita bahwa perubahan sudah tidak bisa di tunda-tunda lagi. Saatnya memulai sebuah gerakan yang mengintegrasikan nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai moral agama ke dalam sistem perekonomian. Moral keagamaan akan berfungsi sebagai kendali terhadap nafsu serakahnya manusia. Mungkin ini rahasia besar mengapa bapaknya kapitalisme, Adam Smith, lebih dulu menulis buku tentang The Theory of Moral Sentiments sebelum The Wealth of Nations, rujukan para penganjur kapitalisme.

Mudah-mudahan Ramadhan 1429 H membawa angin perubahan dalam prilaku ekonomi. Para pedagang tidak lagi bertindak curang dengan mengurangi timbangan. Para pejabat dan birokrat mulai menghindarkan diri dari kejahatan korupsi. Para pegawai swasta mengedapankan kejujuran dalam melaksanakan perkerjaannya. Para pengusaha tidak lagi serakah dalam mengambil profit atau keuntungan dan mulai memberikan perhatian besar pada kesejahteraan karyawannya. Alangkah indahnya dunia tanpa keserakahan.

Sumber : Ahmad Heryawan

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini