Seseorang disebut pahlawan karena timbangan kebaikannya jauh mengalahkan timbangan keburukannya, karena kekuatannya mengalahkan sisi kelemahannya. Jika engkau mencoba menghitung kesalahan dan kelemahannya, niscaya engkau menemui bahwa kesalahan dan kelemahan itu "tertelan" oleh kebaikan dan kekuatannya.
Tapi kebaikan dan kekuatan itu bukanlah untuk dirinya sendiri, melainkan merupakan rangkaian amal yang menjadi jasanya bagi kehidupan masyarakat manusia. ltulah sebabnya tidak semua orang baik dan kuat menjadi pahlawan yang dikenang dalam ingatan kolektif masyarakat atau apa yang kita sebut sejarah. Hanya apabila kebaikan dan kekuatan menjelma jadi matahari yang menerangi kehidupan, atau purnama yang merubah malam jadi indah, atau mata air yang menghilangkan dahaga.
Tapi kebaikan dan kekuatan itu bukanlah untuk dirinya sendiri, melainkan merupakan rangkaian amal yang menjadi jasanya bagi kehidupan masyarakat manusia. ltulah sebabnya tidak semua orang baik dan kuat menjadi pahlawan yang dikenang dalam ingatan kolektif masyarakat atau apa yang kita sebut sejarah. Hanya apabila kebaikan dan kekuatan menjelma jadi matahari yang menerangi kehidupan, atau purnama yang merubah malam jadi indah, atau mata air yang menghilangkan dahaga.
Nilai sosial setiap kita terletak pada apa yang kita berikan kepada masyarakat atau pada kadar manfaat yang dirasakan masyarakat dari keseluruhan perfomance kepribadian kita. Maka Rasulullah saw berkata: "Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain."
Demikian kita menobatkan seseorang menjadi pahlawan karena ada begitu banyak hal yang telah ia berikan kepada masyarakat. Maka takdir seorang pahlawan adalah bahwa ia tidak pemah hidup dan berpikir dalam lingkup dirinya sendiri. la telah melampui batas-batas kebutuhan psikologis dan biologisnya. Batas-batas kebutuhan itu bahkan telah hilang dan lebur dalam batas kebutuhan kolektif masyarakatnya dimana segenap pikiran dan jiwanya tercurahkan.
Dalam makna inilah pengorbanan menemukan dirinya sebagai kata kunci kepahlawan seseorang. Disini ia bertemu dengan pertanggungjawaban, keberanian, dan kesabaran. Tiga hal terakhir ini adalah wadah-wadah kepribadian yang hanya akan menemukan makna dan fungsi pahlawanannya apabila pengorbanan yang mengisi dan menggerakkannya. Pengorbananlah yang memberi arti dan fungsi kepahlawanan bagi sifat-sifat pertanggunjawaban, keberanian, dan kesabaran.
Maka keempat makna dan sifat ini -rasa tanggung jawab keagamaan, semangat pengorbanan, keberanian jiwa, dan kesabaran- adalah rangkaian dasar yang seluruhnya terkandung dalam ayat-ayat jihad. Dorongannya adalah tanggung jawab keagamaan (semacam semangat penyebaran dan pembelaan). Hakikat dan tabiatnya adalah pengorbanan. Perisainya keberanian jiwa. Tapi nafas panjangnya adalah kesabaran.
Begitulah kemudian menjadi benar apa yang dikatakan oleh Sayyid Qutb: "Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar."
Kaidah itu tidak saja berlaku bagi kehidupan individu, tapi juga merupakan kaidah universal yang berlaku bagi komunitas manusia. Syakib Arselan, pemikir Muslim asal Syiria, yang menulis buku Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Orang Barat Maju, menjelaskan jawabannya dalam kalimat yang sederhana, "Karena," kata Syakib Arselan, "orang-orang Barat lebih banyak berkorban daripada kaum Muslimin. Mereka memberi lebih banyak demi agama mereka ketimbang apa yang diberikan kaum Muslimin bagi agamanya.”
Sekarang mengertilah kita, "Apakah yang dibutuhkan untuk menegakkan agama ini dalam realitas kehidupan?" Yaitu, hadirnya para pahlawan sejati yang tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri, tapi hidup bagi orang lain dan agamanya serta mau mengorbankan semua yang ia miliki bagi agamanya itu.
0 komentar