Tidak ada orang yang menyukai tekanan. Semua kita akan selalu berusaha menghindari segala bentuk tekanan hidup. Tekanan mencabut kenyamanan hidup kita, dan dalam banyak hal, membatasi ruang gerak kita, dan menyulitkan proses kreativitas kita.
Namun, sejarah justru membuktikan bahwa karya-karya kepahlawanan sebagian besarnya malah lahir di tengah tekanan-tekanan hidup yang berat dan kompleks. Sejarah tampaknya tidak ingin memberikan gelar kepahlawanan dengan mudah. la memaksa setiap orang membayar harga yang mahal untuk itu.
Kenyataan sejarah itu sebenarnya dapat dijelaskan. Tekanan-tekanan hidup, secara psikologis, sebenarnya justru berguna untuk merangsang munculnya potensi-potensi yang terpendam dalam diri seseorang dan merangsang terjadinya proses kreativitas yang intensif. Hidup dalam situasi yang normal biasanya malah membuat orang jadi malas, kurang kreatif, dan kurang produktif. Bukan situasi normal itu yang jadi masalah. Akan tetapi, manusia memang pada dasarnya membutuhkan stimulan yang kuat untuk bergerak. Dan tekanan hidup merupakan salah satu stimulan itu.
Jadi, apabila dalam konteks kecenderungan manusiawi kita tidak menyukai tekanan hidup, maka dalam konteks pengembangan kepahlawanan, kita justru membutuhkan rangsangan tekanan hidup untuk meledakkan potensi-potensi kita yang terpendam. Memang, tidak semua orang bisa sukses melewati tekanan, tetapi para pahlawan mukmin sejati muncul dari balik tekanan-tekanan hidup yang kompleks.
Tampaknya memang ada rahasia yang tersembunyi disini. Para pahlawan mukmin sejati mempertahankan kunci-kunci yang membentuk daya hidup mereka; mereka selalu dapat mempertahankan harapan dan optimisme hidup, pikiran positif dan kegembiraan jiwa, obsesi kepahlawanan dan semangat perlawanan. Seakan di dalam jiwa mereka ada bunker yang menjadi tempat persembunyian kunci-kunci daya hidup itu, yang selamanya tidak akan tersentuh oleh serangan bombardir tekanan-tekanan hidup.
Itulah rahasia yang menjelaskan mengapa Sayyid Quthb bisa menyelesaikan Tafsir Fii Zhilalil Our’an selama berada dalam penjara. Atau mengapa Hamka sanggup merampungkan Tafsir Al-Azhar-nya selama tiga tahun dalam penjara. Atau mengapa Ibnu Taimiyah melahirkan sangat banyak bukunya dalam penjara.
Mereka semua adalah pahlawan-pahlawan yang mengerti bagaimana menikmati tekanan hidup. Suatu saat mereka mungkin juga mengeluhkan beratnya tekanan-tekanan hidup itu, tetapi yang membuat mereka menjadi pahlawan adalah karena mereka telah berhasil membangun bunker dalam jiwa mereka, tempat kunci-kunci daya hidup mereka tersembunyi dengan aman.
Itulah yang membuat mereka selalu tampak santai dalam kesibukan, tersenyum dalam kesedihan, tenang di bawah tekanan, bekerja dalam kesulitan, optimis di depan tantangan, dan gembira dalam segala situasi.
[Sebelumnya]
[Sebelumnya]
pada tanggal 11 Desember 2010 pukul 05.42
keren2... oliver kahn, eks kiper bayern munchen juga pernah bilang, "saya suka tekanan" :D :D :D