Menggunakan konteks untuk memaknai teks melalui proses rekonstruksi imajiner merupakan pintu yang membuka peluang pemaknaan yang luas. Dari sini lahir unsur analogi ketika teks akan dimaknai kembali pada konteks yang lain. Yaitu upaya menurunkan teks ke dalam dua atau tiga atau lebih konteks yang berbeda. Sebab walaupun sejarah kehidupan Rasulullah saw. merupakan konteks yang legitimate untuk memaknai teks secara akurat, tetap saja teks itu independen dan berdiri sendiri serta harus bisa menembus semua sekat ruang dan waktu.
Independensi teks itu perlu ditegaskan kembali. Karena itu terkait dengan doktrin tentang keabadian teks yang mengharuskannya terbebas dari kekhususan masa tertentu atau ruang tertentu atau apa yang kita sebut sebagai konteks. Jadi dalam kerangka pemaknaan itu konteks adalah salah satu alat bantu yang dapat mengikat makna tertentu pada teks tapi tidak membatasinya sampai disitu. Itu yang menjelaskan mengapa ruang pemaknaan menjadi lebih luas dan memungkinkan munculnya kebenaran dalam banyak wajah.
Ruang pemaknaan yang luas bukan saja lahir dari fakta bahwa konteks bukanlah alat bantu tunggal dalam memaknai teks, tapi juga lahir dari fakta bahwa teks itu sendiri mempunyai kemampuan menampung beragam makna atas dirinya sendiri. Dan semua makna itu menjadi benar karena berada dalam lingkaran ruang pemaknaan yang telah disediakan oleh teksnya sendiri. Ini juga ikut membenarkan mengapa kebenaran itu bisa muncul dalam wajah yang banyak dan beragam.
Dalam wajah kebenaran yang beragam itu kita dapat memahami kecenderungan sebagian ulama untuk memaknai teks dengan menggunakan akal murni sebagai salah satu alat bantu atau apa yang mereka sebut sebagai at tafsir bid diroyah. Inilah misalnya yang dilakukan oleh Al Zamakhsyari atau Abu Hayyan Al Tauhidi.
Disini kita menemukan fakta bagaimana teks dan rasio bertemu secara harmonis. Pertemuan itulah yang menjelaskan mengapa orang-orang yang memiliki kedalaman ilmu (al rosikhuun fil 'ilm), selalu memiliki kelapangan dada yang luar biasa pada waktu yang sama. Teks, rasio dan imajinasi semuanya menjadi alat bantu yang efektif untuk menemukan kebenaran dalam berbagai wajahnya. Itu menjadi mungkin karena ia dikelola dalam bingkai sikap jiwa yang rendah hati menerima kebenaran dan kesiapan melaksanakannya dalam kenyataan. Dengan sikap jiwa begitu mereka berburu makna-makna kebenaran tanpa dihantui oleh keharusan memenangkan satu makna atas makna yang lain.
pada tanggal 4 November 2010 pukul 06.44
Nice Post..
Oh ya mas, trimakasih ajakan ny untuk tukaran link..
Linknya mas sudah saya letakkan dengan anchor text Rachmat Naimulloh. silahkan di check. :)