Setelah Legenda


Ahmad Syah Masoud. Singa Lembah Panshir itu adalah legenda yang tidak terlupakan dalam sejarah jihad di Afghanistan. Ada banyak bintang di langit jihad Afganistan saat para mujahidin yang papa mengusir Pasukan Beruang Merah Uni Soviet dari negeri mereka, atau bahkan menjadi sebab keruntuhan imperium itu beberapa tahun kemudian, tetapi bintang Ahmad Syah Masoud, mungkin yang paling terang di antara semua bintang.

Ketika beliau syahid beberapa waktu lalu, di penggalan terakhir dari pemerintahan Taliban, atau sebelum invasi Amerika ke bumi jihad itu, kita semua mempunyai alasan untuk menitikkan air mata kesedihan. Sekali lagi, kesedihan. Sebagaimana kesedihan yang dirasakan wanita-wanita Madinah ketika mereka mendengar berita kematian Khalid bin Walid di Syam. Sebab, orang-orang seperti mereka itu memang layak ditangisi. Sebab, tidak banyak wanita yang bisa melahirkan laki-laki seperti mereka.

Akan tetapi, di sini terdapat sebuah petuah: bahwa legenda kepahlawanan boleh jadi sudah tertulis, sebelum pahlawannya sendiri mati; bahwa pahlawan itu telah mencapai puncak karyanya, sebelum ia mati. Sebab, kepahlawanan bukanlah puncak karya yang ditulis sepanjang hayat. Ia ditulis hanya sesaat dalam hidup, tidak terlalu lama, tetapi maknanya melampaui usia kita, atau bahkan generasi kita, atau bahkan beberapa generasi kemudian.

Khalid bin Walid mencapai puncak prestasi militernya dalam Perang Yarmuk, saat ia memimpin 36.000 pasukan Kaum Muslimin dan mengalahkan Pasukan Romawi yang berjumlah 240.000 orang. Setelah itu, beliau dipecat oleh Umar bin Khattab. Ia tidak lagi ikut dalam peperangan setelah itu. Ia melewati tahun-tahun yang berat dalam hidupnya, sebagiannya dalam keadaan sakit, untuk kemudian menghembuskan nafas terakhir di atas kasur. Bukan di medan perang, walauapun ia membawa lebih dari 70 luka tusukan dalam tubuhnya.

Itulah saat-saat berat yang dilalui oleh banyak pahlawan. Saat-saat setelah legenda kepahlawanannya terukir dalam sejarah, dan ia harus melalui jalan menurun di akhir hayatnya. Sebab, ajal para pahlawan tidak selalu ditulis padea waktu yang sama dengan saat-saat legendanya. Itu saat yang paling berat, saat para pahlawanan harus menyadari bahwa ia toh hanyalah manusia biasa, ia bukan manusia super, yang dapat mengendalikan waktu dan ruang dalam genggaman kehendaknya sepenuhnya.

Akan tetapi, itu juga merupakan cara Allah SWT mendistribusikan karunia kepahlawanan kepada hamba-hamba-Nya. Maka, setelah Khalid, Saad bin Abi Waqqash melengenda dalam pembebasan Persia, 'Amr bin 'Ash di Mesir, dan Uqbah bin Nafi' di Afrika. Selalu ada pahlawan yang tepat untuk setiap masa. Apa yang harus diketahui seorang pahlawan adalah masanya sendiri, bukan masa orang lain.

Di lembah-lembah dan kaki-kaki gunung Afghanistan terbaring jutaan syuhada. Ahmad Syah Masoud ada di antara mereka. Ia mungkin melalui saat-saat yang paling berat dalam hidupnya ketika Taliban datang merebut semua kemenangannya. Ia mungkin melewati lima tahun terakhir yang paling pahit. Akan tetapi, ia telah menunaikan tugas sucinya. Ia bahkan telah merebut medali kepahlawanannya.

Tidak ada kesia-siaan dalam dunia kepahlawanan, walaupun prahara Afghanistan belum selesai, toh setiap masa mempunyai pahlawannya sendiri.


[Sebelumnya]



Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini