Mursyid 'Am Pertama | Hasan Al Banna [3]


Terbunuhnya Sang Imam
Lokasi: Kairo, di distrik Al-Himliyah. Waktu: Pertengahan malam tanggal 12 Februari 1949. Kronologi: terdapat beberapa kendaraan polisi melaju di tengah keheningan malam, hingga mencapai pada salah satu jalan di distrik Al-Hilmiyah, Kairo, mereka bertugas menghentikan kendaraan yang melaju di jalan tersebut, beberapa tentara memblokade jalan dengan senjata lengkap,dan penjagaan diperketat terutama di sebuah rumah sederhana di yang ada di jalan tersebut, lalu sebuah mobil polisi melaju menuju rumah tersebut, satu barisan tentara memindahkan mayat dari mobil ke rumah tersebut dengan cepat, lalu mengetuk pintu yang ada di atasnya, seorang Syeikh berumur sembilan puluhan tahun membuka, lalu beberapa tentara masuk ke rumah tersebut sebelum mereka memasukkan tubuh yang sudah mati tersebut untuk mengkonfirmasi tidak ada orang lain di rumah tersebut, ultimatum yang keras disampaikan kepda syekh tersebut; tidak boleh ada suara, tidak boleh ada kegaduhan, dan bahkan tidak boleh ada seorangpun yang boleh mengurus mayat tersebut, cukup anda dan keluarta yang ada di rumah, dan tepat jam sembilan esok pagi beliau harus dimakamkan.

Adapun Syeikh tersebut adalah orang tua almarhum, meskipun ia terketut, sekalipun ia sudah tua, dirinya mampu memakamkan anaknya sendirian, beliau membersihkan darah anaknya yang terkena peluru dan mendarat di sekujur tubuhnya.

Pada pagi harinya, petugas datang tepat waktu, mereka berkata: bawa sini anakmu untuk segera dikubur. Maka syeikh yang sudah berumur 90 tahun tersebut berseloroh: bagaimana saya membawanya? Seharusnya sebagian prajurit ikut membawanya! Namun para prajurit menolak, dan responnya adalah hendaknya orang-orang rumah yang membawanya. Saat itu almarhum meninggalkan beberapa anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih bayi.

Akhirnya tubuh yang sudah menjadi mayat dibawa oleh istrinya dan anak perempuannya dan dibantu oleh ayahnya, dan bagi siapa yang berani ikut membantunya maka akan ditangkap dan di penjara, akhirnya jenazah sampai ke masjid untuk di shalatkan, tidak ada yang ikut menyolatkannya kecuali ayahnya dan dibelakangnya anaknya (istri sang imam) dan anak-anak perempuan dari keturunannya, dan mereka juga yang turun ke kubur, lalu kembali ke rumah dengan penjagaan yang super ketat, demikian kronologi pembunuhan dan prosesi pemakaman As-Syahid Imam “Hassan al-Banna”, setelah itu banyak tetangganya yang ditangkap, tidak ada alasan lain kecuali hanya karena mengungkapkan takziah (belasungkawa) kepada keluarga yang ditinggal, dan blokade terus berlanjut tidak hanya di rumah karena khawatir banyak yang berdatangan untuk takziya, namun juga di sekitar kuburan sang imam, karena takut ada yang berani mengeluarkan mayatnya dan mengekspos kejahatan yang telah terjadi, bahkan banyak dari pihak kepolisian disebar di beberapa masjid; untuk segera ditutup kembali setelah ibadah shalat ditunaikan, karena takut ada seseorang yang berani menshalatkannya.

Di sisi lain seorang raja negara tersebut menunda dalam merayakan ulang tahun ke 11 Februari dari 12 Februari; untuk ikut merayakan bersama orang merayakan kematian sang imam, dan salah seorang intelektual menceritakan bahwa dirinya menyaksikan salah satu perayaan di sebuah hotel di Amerika Serikat, dan ketika diceritakan alasan perayaan ini, ia dapat mengetahui bahwa perayaan tersebut dilakukan untuk mengungkapkan kegembiraan karena kematian Imam As-Syahid Hasan Al-Banna. Jika kebenaran ada pada musuh, maka sesungguhnya pusat penelitian di Prancis dan Amerika ikut berpartisipasi dalam peletakan seratus orang yang paling terpengaruh di dunia pada abad kedua puluh, dua dari dunia Arab adalah: Imam As-Syahid “Hassan al-Banna”, dan yang lainnya adalah Gamal Abdul Nasser.

Buku-buku karangan Imam Hasan Al-Banna
Tidak ada yang dimiliki oleh Hassan al-Banna dari literatur buku atau karangan-karangannya kecuali berupa risalah, baik kumpulan dan cetakan dengan judul buku “Majmuah Rasail imam Hasan Al-Banna” sebagai referensi utama dalam memahami pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin secara umum. Beliau juga memiliki buku mudzakarah yang dicetak beberapa kali dengan judul “Mudzakirah da’wah wa da’iyah”, selain itu beliau juga memiliki majalah dan riset-riset kecil dalam jumlah yang besar, seluruhnya tersebar dalam koran-koran dan majalah Ikhwanul Muslimin yang dimuat pada tahun tiga puluh dan empatpuluhan tahun yang lalu.

[Tamat]

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini