Pada hari bersejarah itu, sebuah pergerakan besar tengah berlangsung di bumi Indonesia. Ketegangan memuncak seiring mendekatnya sebuah kekuatan besar dengan persenjataan jauh melebihi dari persenjataan para pejuang Indonesia. Suasana mencekam terus berlangsung hingga momentum besar itu tiba. Saat itu tidak ada satupun mahluk yang bisa menolak datangnya sebuah takdir besar bagi bangsa ini. Sebuah hari akhirnya menjadi saksi tentang keberanian anak bangsa menjalankan takdir besarnya. Tidak ada keraguan bagi mereka yang mengambil bagian dari epos tersebut, seolah mereka meresapi betul apa yang digelorakan oleh Soekarno :
“Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak; diberi pegangan atau tidak diberi pegangan; diberi penguat atau tidak diberi penguat, tiap-tiap makhluk, tiap-tiap ummat, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya akan berbangkit, pasti akhirnya bangun, pasti akhirnya menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu sekali merasakan celakanya diri teraniaya oleh suatu daya angkara murka ! Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa, walaupun cacingpun tentu menggeliat-geliat kalau merasakan sakit !“
Perasaan sangat mendalam yang dirasakan oleh para pejuang kita akan penderitaan rakyat telah memenuhi sanubari mereka. Tidak ada lagi kekhawatiran terhadap nasib dan nyawa mereka sendiri. Hanya satu tekad yang memenuhi batin mereka yaitu mengibarkan merah putih dan membebaskan rakyat dari penderitaan yang selama ini menaunginya. Itulah para pahlawan, agenda pribadi telah mereka simpan rapat-rapat digantikan dengan agenda perjuangan bangsa.
Di tengah krisis yang melanda negeri, tidak ada yang kita butuhkan melebihi munculnya jiwa-jiwa kepahlawanan dalam diri anak negeri. Kita merindukan mereka yang mau menyimpan dulu agenda pribadinya guna memperjuangkan agenda bangsa. Kita juga mendambakan munculnya semangat rela berkorban demi mewujudkan cita-cita bersama. Kita berharap akan hadirnya sebuah generasi yang di dalam pengorbanannya tiada niatan selain mengharapkan hadirnya kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Sikap mendahulukan kepentingan bangsa dari kepentingan pribadi dapat kita teladani dari sosok pemimpin seperti Mohammad Natsir. Tentu masih segar dalam benak kita tentang Natsir yang memiliki ketegasan dalam pemikirannya. Dia tak ragu untuk berdebat dengan Bung Karno yang usianya 20 tahun lebih tua jika menyangkut pandangannya terhadap apa yang ia yakini. Akan tetapi, tak banyak yang mengetahui bahwa Natsir juga melakukan pembelaan terhadap Soekarno ketika beliau diasingkan ke Digul. Artikel yang beliau tulis ketika itu menjadi saksi betapa Natsir dapat mengesampingkan pertarungan pemikirannya dengan Soekarno demi keberpihakan terhadap cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Kerelaan untuk berkorban dapat terlihat pada sikap panglima besar Jenderal Soedirman yang rela meneruskan perjuangan dari atas tandunya. Tidak ada perasaan berat, tidak ada keluhan yang meluncur dari mulut beliau. Meskipun dalam keadaan sakit beliau tetap berpegang teguh pada komitmen perjuangan. Hal tersebut tentu saja memiliki dampak luar biasa pada mentalitas pasukannya yang tetap teguh meskipun harus melakukan perjalanan jauh dari hutan ke hutan.
Keikhlasan dalam berjuang dapat kita pelajari dari sikap pemimpin perlawanan arek Surabaya pada 10 November, Bung Tomo. Seolah-olah saat ini kita masih bisa merasakan pekik takbir yang beliau gelorakan. Pekik takbir yang mampu membakar api semangat perlawanan rakyat. Namun selepas pertempuran, kita mendapati beliau sebagai sosok sederhana. Beliau tak pernah berlebihan dalam menuntut jatah dari hasil perjuangannya, meskipun apa yang beliau pernah sumbangsihkan tak ternilai harganya.
Persoalan-persoalan yang terus berulang di negeri kita ini merupakan cermin betapa nilai-nilai kepahlawanan telah tergerus dari kehidupan kita. Seandainya kita mau meneladani sikap kepahlawanan para tokoh bangsa masa lampau, maka tak akan ada lagi pemimpin yang mengorbankan nasib rakyatnya demi kekuasaan. Sangat sulit bagi kita untuk menerima adanya pemimpin yang melakukan korupsi, mengambil sesuatu yang bukan haknya. Bagaimana mungkin kita mendapatan kebijakan-kebijakan yang mampu mewujudkan kesejahteraan jika para pemimpin hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja.
Jika kita ingin melihat bangsa ini terus tumbuh menjadi bangsa yang besar, nilai-nilai kepahlawanan harus diterapkan dalam kehidupan kita. Penanaman nilai-nilai tersebut di usia dini sangat penting untuk dilakukan. Pendidikan dalam keluarga dan masyarakat memegang peranan penting selain pendidikan yang bersifat formal. Pendidikan formal mengenalkan siswa tentang kehidupan para pahlawan dan bagaimana sikap dalam meneladani mereka. Sedangkan keluarga dan masyarakat memegang peranan dalam menerapkan nilai kepahlawanan melalui keteladanan.
Saat ini penanaman nilai kepahlawanan mulai tergantikan dengan nilai-nilai materialistik yang mengagungkan kemewahan serta gaya hidup konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari siaran-siaran televisi yang setiap hari dinikmati anak-anak kita. Sayangnya, tontonan tersebut juga diperkuat dengan sikap kita sendiri yang mendahulukan materi dibandingkan dengan nilai-nilai luhur. Para pemimpin bangsa saat ini juga perlu menyadari bahwa sikap yang diperlihatkan seringkali berlawanan dengan nilai-nilai kepahlawanan.
Sudah saatnya bagi kita untuk menyadari kesalahan dan mulai berbenah diri dengan menerapkan kembali nilai kepahlawanan dalam diri dan masyarakat kita. Apa yang terjadi di masa lampau harus menjadi pelajaran bahwa nilai materialistik hanya akan membawa kehancuran. Korupsi, kegiatan yang hanya menguntungkan diri sendiri dan kelompok dengan mengorbankan rakyat banyak hanya akan membawa kerusakan dalam kehidupan berbangsa. Kita memerlukan munculnya pahlawan-pahlawan masa kini yang mampu menangkap penderitaan rakyat serta membangkitkan kembali harga diri bangsa.
Sudah saatnya bagi generasi muda Indonesia untuk menyambut panggilan zaman. Ibu pertiwi tengah menantikan anak-anak muda bangsa ini untuk memenuhi takdirnya menghadirkan harapan baru bagi rakyat Indonesia akan munculnya kehidupan yang lebih bermartabat. Harga diri rakyat Indonesia telah digantungkan pada pundak anak-anak muda yang memiliki sikap kepahlawanan. Rakyat banyak sudah muak dengan penderitaan. Pena sejarah pun sudah tak sabar untuk mengabadikan kembali ucapan selamat datang pahlawan muda.
Para pahlawan yang telah berjasa banyak bagi bangsa Indonesia, kepada mereka lah tulisan ini dipersembahkan. Baik mereka yang tercatat dalam sejarah maupun mereka yang tidak tercatat. Ketahuilah bahwa Allah SWT pasti melihat apa yang kita perbuat. Para pahlawan boleh luput dari penglihatan mata manusia namun catatan amal mereka akan terus dituliskan. Kepada para pahlawan ini saya mengucapkan rasa terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya. Merekalah yang telah membawa cahaya bagi masa depan bangsa ini.
Sumber : Ahmad Heryawan
0 komentar