Aku Tetap Bertahan Dalam Keimanan


Hari itu kami berkumpul di Masjid Al Hikmah New York. Di antara rangkaian acara, selain pengajian ada acara khusus syukuran salah seorang anak muda Indonesia yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Oswego University New York. Anak muda itu sangat sederhana. Orang-orang memanggilnya Adit. Nama lengkapnya Aditiya Perdana Kurniadi.

Dalam sambutannya yang sangat mengesankan, anak muda itu menyatakan bahwa keberhasilan yang ia capai bukan karena kehebatan yang ia memiliki. Ia berkata: “Aku bukan seorang yang cerdas, juga bukan seorang manusia luar biasa. Banyak kelemahan yang aku miliki. Aku sering kali lupa hafalan. Otakku tidak sanggup merekam data-data ilmu yang begitu banyak. Tapi aku tahu bahwa aku sangat lemah. Karenanya aku berkerja keras. Siang dan malam aku belajar. Aku kurangi jatah tidurku.”

“Bukan hanya itu” katanya lebih lanjut, dan ini yang sangat membuat banyak orang kagum padanya saat itu. “Aku yakin bahwa segala kehebatan hanyalah milik Allah. Karenanya aku tidak hanya bekerja keras. Tengah malam aku bangun. Aku basahi wajahku dengan air wudhu. Sebelum aku belajar aku tegakkan shalat tahajjud. Aku mohon kepada Allah agar segala kelemahanku dilengkapi. Aku yakin bahwa Allah pasti mendengar rintihanku. Aku yakin bahwa Allah menyaksikan tetesan air mataku”. Pernyataan ini adalah ungkapan jujur yang harus kita renungkan. Bayangkan seorang anak muda yang hidup di tengah masyarakat non muslim, masih saja bisa bertahan dengan ketaatannya kepada Allah.

Adit memang contoh anak muda muslim yang istiqamah. Ia tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang selalu menggoda untuk berbuat maksiat. Pergaulan bebas apapun, yang dikenal dengan boyfriend atau girlfriend bagi adit tetap merupakan perbuatan dosa. Adit sangat menjauhi sikap-sikap semacam itu. Bagi Adit mentaati Allah tetap di atas segalanya. “ Aku benar-benar sendirian sebagai seorang muslim di tempat aku belajar” kata Adit selanjutnya. “Tidak ada seorang muslim pun yang aku kenal di situ. Pun juga aku benar-benar sendirian di college tersebut sebagai orang Indonesia. Tadinya akut takut tidak mampu. Aku takut terpengaruh. Aku takut imanku hilang. Aku takut akhlakku rusak. Tetapi, alhamdulillah aku bisa tamat dengan selamat.”

Pernah Adit menegakkan sholat di sebuah tempat kuliahnya. Kawan-kawannya memandang anih. Mereka berkerumun mengitarinya. “Tetapi aku tetap sholat dengan tenang” kata Adit, sambil mengusap air matanya. “Aku tidak mau terpengaruh dengan ejekan mereka. Aku lebih takut kepada Allah dari pada ejekan mereka. Biar pun mereka merendahkanku, yang penting Allah memulyakanku. Bagiku iman tetap prinsip yang harus aku pertahankan. Tidak perduli aku dibenci atau di pandang aneh. Yang penting aku tetap bertahan dalam keimanan.”

Adit adalah contoh bagi siapapun yang mengaku beriman kepada Allah. Contoh keteguhan jiwa dalam mempertahankan prinsip. Contoh kesungguhan mentaati Allah, menegakkan sholat pada waktunya sekalipun dalam kondisi yang sangat berat penuh dengan tantangan.

Perhatikan, berapa banyak anak-anak muda muslim yang tidak bisa bertahan seperti Adit. Mereka jatuh satu persatu ke dalam pergaulan bebas. Mabuk-mabukan menjadi kebiasaan yang selalu mereka lakukan. Padahal mereka hidup di tengah masyarakat muslim. Adzan setiap hari mereka dengar. Masjid tegak di mana-mana. Tetapi mengapa pemandangan yang indah itu tidak bisa menyentuh hati mereka. Mengapa mereka justru belajar berbuat dosa, sementara orang-orang Islam yang dikepung dosa-dosa berusaha keluar dari kepungan itu. Apakah mereka tidak tahu bahwa dosa itu jalan kecelakaan? Di manakah iman yang selama ini selalu diucapkan dalam lisan? Apakah cukup seseorang hanya dengan berkata “aku muslim” lalu meminta garansi ahli surga? Apakah para orang tua muslim cukup hanya dengan melahirkan lalu setelah itu anak-anak mereka dibiarkan bergelimang dosa? Berapa banyak orang tua muslim yang cuek terhadap kebejatan moral anak-anaknya?

Di Amerika aku menyaksikan para orang tua sangat rindu agar anaknya belajar agama. Sesibuk apapun mereka masih menyempatkan diri untuk mengajarkan anak-anak mereka membaca Al Qur’an. Tidak sedikit dari mereka yang selalu datang berlomba menghadiri pengajian. Dan di saat yang sama anak-anak muda mereka diikutkan dalam acara khusus “youth program”. Acara untuk pembinaan iman dan akhlak bagi ana-anak muda muslim. Mereka sangat khawatir kalau kelak anak-anak mereka rusak akidah dan akhlaknya. Mereka merasa jijik melihat orang-orang di sekitar mereka yang membuka aurat dan bergaul tanpa batas. Mereka sangat takut, jangan sampai anak-anak mereka berbuat hal yang sama. Ini sungguh pelajaran yang sangat mahal, bahwa setiap kemaksiatan pasti mencekik fitrah manusia. Bahwa siapapun yang kembali kepada panggilan fitrahnya pasti akan menjauhi dosa-dosa, sekalipun ia hidup dalam lingkungan yang penuh kemaksiatan.

Wallahu a’lam bishshawab.


Sumber : Pengajian Online

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini