Siapa lagi Pahlawan Indonesia ??


Saat ini, jika ditanya tanggal 10 November itu diperingati sebagai hari apa, maka murid SD pun akan serentak berseru, Hari Pahlawan. Demikian hafalnya tanggal tersebut dengan nama peringatannya. Hampir semua orang, dari yang belum dan tidak pernah mengenal huruf dan angka, baik dari murid SD, SMP dan SMA maupun para mahasiswa pegawai, pekerja, pengusaha, apalagi birokrat dan pejabat (sipil dan militer), sampai kepada guru-guru besar, menghapal lekat hal ini. Karena hal tersebut memang sudah menjadi kerutinan, untuk hadir setidaknya mendapatkan informasinya terkait upacara Peringatan Hari Pahlawan.

Momentum yang kini telah berusia 63 tahun, sejak peristiwa pertempuran Sabtu pagi, 10 November 1945, di Surabaya, dijadikan simbol pengorbanan pahlawan seluruh tanah air. Dalam peristiwa tersebut, terkandung nilai sejarah yang patut dihayati sebagai bagian dari proses transformasi sekaligus apresiasi pelestarian nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan. Pertanyaannya adalah; Bagaimana nilai dan citra keteladanan yang telah ditunjukkan oleh para pahlawan, pejuang dan perintis serta penegak kemerdekaan dapat dilestarikan, dihayati dan diimplementasikan segenap masyarakat khususnya para generasi muda ??

Dalam kehidupan hari ini, nyatanya dapat dilihat kedinamisan ala barat, yang sangat mendewakan individu. Orang-orang, terutama di lingkungan perkotaan, semakin menunjukkan sifat individualisme; kurang mempedulikan orang lain di sekitarnya dan hanya berpusat pada kepentingan diri sendiri, membiarkan orang lain seperti apa adanya, merana dan susah, asal mereka sendiri dapat hidup dengan enak. Mereka tidak merasa bahwa kehidupan orang lain adalah bagian dari kehidupan mereka juga. Ditambah semakin melebarnya gap antara si kaya dan si miskin. Yang kaya semakin makmur, yang miskin semakin melarat. Juga tidak dinikmatinya kekayaan alam Indonesia yang konon berlimpah secara merata oleh masyarakat. Dan adanya pengelolaan kekayaan alam dengan tidak layak dan tidak adil. Sementara pada saat yang sama sebagian orang dengan kesewenangannya menjual aset bangsa kepada asing, melakukan korupsi besar-besaran, menggadaikan negeri ini dengan harga murah melalui UU, dengan kekuasaannya menggusur rakyat tak berdaya dengan menggantinya bangunan mall-mall dan swalayan yang di modali asing, dll.

Itulah gambaran Indonesia kini dengan sekelompok orang, dan oknum yang sok mengaku berjiwa nasionalis dan sok menasehati pentingnya menghargai jasa para pahlawan.

Sungguh ironis dan kasihannya para pahlawan kita, yang jiwa, raga dan jerih payahnya disalahtafsirkan bahkan disalahgunakan oleh para opurtunis, pragmatis dan kapitalis. Jiwa, darah dan nyawanya ternyata hanya dihargai dengan seonggok gedung bertingkat atas nama pembangunan, bangunan museum dan bangunan monumen.

Lalu apa sebenarnya dan arti pentingnya Kepahlawanan tersebut ??
Kepahlawanan atau Pahlawan, tentu tak bisa dilepaskan dari pengertian tentang pahlawan itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Jadi ada tiga aspek kepahlawanan, yakni; keberanian, pengorbanan dan membela kebenaran. Sedangkan menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pahlawan didefiniskan sebagai sosok orang (biasa) yang tidak egois dan berbuat sesuatu yang luar biasa, memiliki tindakan atau perbuatan (pengorbanan) untuk orang lain, dan adanya penghormatan sebagai imbalan atas pengorbanannya.

Persepsi yang Benar Terhadap Sejarah
Mereka yang lahir sebagai generasi baru, yang bukan hanya tidak mengalami masa kolonial dan pendudukan tentara Belanda atau Jepang, tetapi juga tidak mengalami masa pergolakan mempertahankan kemerdekaan, dan generasi berikutnya pun (apalagi) yang hidup pada masa sesudah kemerdekaan hingga era reformasi pasti memiliki pengalaman yang beragam yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pandangan dan persepsinya tentang arti kepahlawanan sekaligus tentang Indonesia ke depan. Untuk itu, satu-satunya penghubung dengan masa lalu bangsanya adalah ‘sejarah’. Oleh karena itu, betapa pentingnya pengalaman yang diikuti dengan pemahaman yang berupa ingatan kolektif masa lalu tersebut diperoleh serta bagaimana memperolehnya secara benar dan utuh. Disamping itu, sejarah juga mesti dijadikan ‘cemeti’, pemicu sekaligus pemacu untuk melangkah ke tahap kehidupan yang lebih baik. Sejarah yang gelap, tidaklah perlu ditutupi, namun dijadikan pembelajaran dan hikmah yang sangat berarti agar tidak sampai berulang.

Untuk itu, sejarah perlu ditulis dan didokumentasikan dengan baik dan benar, disamping dibutuhkannya forum-forum sosialisasi, berupa pelatihan, workshop, sarasehan atau forum lainhya, agar dapat menjadi pedoman sekaligus guru bagi generasi penerus dalam memberikan informasi serta kejelasan peristiwa yang terjadi pada masa-masa sebelumnya, apalagi yang terkait dengan keberadaan serta persisnya kelahiran sebuah negeri dan berikutnya diterbitkan sedemikian rupa sehingga tidak dapat menimbulkan salah tafsir atau multi tafsir bagi yang membacanya.

Pahlawan yang Sesungguhnya
Pahlawan, tentunya sangat dipengaruhi situasi, warna dan kontekstual perjuangan bangsa pada masanya. Pahlawan pada masa kolonial tidak sama dengan pahlawan masa kemerdekaan, yang tidak sama juga dengan pahlawan pada masa pembangunan kemerdekaan, dan tidak akan sama dengan pahlawan pada masa (pasca) reformasi, saat ini. Kita tidak mesti bertempur dengan menyandang senjata atau bambu runcing melawan penjajah untuk menjadi pahlawan. Pahlawan masa kini dan masa depan adalah mereka yang sanggup menangani dan menyelesaikan masalah-masalah aktual yang mengganggu roda perjalanan kehidupan anak bangsa menuju masyarakat adil dan sejahtera.

Pahlawan masa kini dan masa depan adalah pahlawan pembangunan yang memiliki karakter unggul dan tangguh (bersih, peduli dan profesional) serta sanggup menyatu dengan masyarakat untuk membangun dalam mencapai kehidupan anak bangsa yang lebih layak dan bermartabat. Bisa saja Pahlawan adalah yang lahir di kesunyian ruang laboratorium, atau yang lahir dari lingkungan pabrik-pabrik yang pengap dan berpolusi, atau pengabdian seorang guru yang sabar dan ulet di daerah terpencil. Atau disebut pahlawan pembangunan, karena dianggap berhasil menemukan varietas padi baru yang sanggup memberi makan para penduduk Indonesia dengan ongkos produksi yang murah, atau disebut pahlawan karena kesanggupannya menghasilkan tenaga listrik yang tidak tergantung pada minyak dan gas, serta hanya memerlukan ongkos produksi yang murah sehingga rakyat desa terpencil bisa menikmati aliran listriknya, atau pahlawan yang telah berhasil menemukan atau minimal mampu menyediakan alat perhubungan dan komunikasi yang murah dan sanggup menghubungkan pusat-pusat produksi terpencil kepada pasaran yang luas sehingga rakyat terpencil dengan kemampuan luar biasa dapat menikmati hasil pertanian yang digelutinya tanpa harus memusnahkan tanamannya karena hasil produksinya tidak memadai.

Revitalisasi makna memperingati dan mengenang jasa-jasa kepahlawanan yang telah memberikan segalanya untuk berdirinya bangsa ini, memang tidak boleh ditinggalkan. Namun yang penting adalah, dalam memperingati dan mengenang itu tidak lah sampai ‘terjebak’ dalam ritual-ritual perayaan peringatan, sehingga akhirnya makna kepahlawanan tersebut menjadi pudar bahkan sirna.

Sejarawan Dr.Anhar Gonggong berpendapat, “Kita masih perlu memperingati dan mengenang jasa pahlawan, tetapi seharusnya kita tidak boleh terjebak dalam gaya peringatannya dan meninggalkan inti kepahlawanan mereka. Ada beberapa hal yang menjadi rancu ketika memperingati Hari Pahlawan saat ini, seperti makna pengorbanan dan perjuangan adalah dianggap semata mengusir musuh dari bumi Indonesia, padahal maknanya tidak sebatas itu saja.” Beliau mengambil contoh sosok Soekarno-Hatta dan pahlawan-pahlawan lainnya yang memang menjadi fenomenal di tengah kondisi saat itu. Mereka memiliki kehendak dan usaha yang mampu membawa seluruh rakyat Indonesia ke dalam tahap kehidupan yang lebih baik. Padahal kalau mereka mau, mereka bisa mendapatkan kehidupan pribadi dan keluarga yang baik dari pemerintah kolonial tanpa harus dipenjara atau mendapat siksaan hidup. Tetapi mereka memilih berkorban untuk membuat rakyat agar mendapat kehidupan yang lebih bermartabat.

Siapa Lagi Pahlawan Indonesia
Dalam kondisi ekonomi yang masih labil, apalagi dengan adanya ancaman krisis keuangan dengan anjloknya pasar modal yang berakibat turunnya nilai rupiah, masih mudahnya bentrok antar pendukung pasca Pilkada di daerah-daerah, maraknya budaya preman di kalangan pelajar dan pemuda (mahasiswa), sehingga masih mudahnya untuk melakukan tawuran atau perang saudara / perang antar kampung, ditambah semakin merajalela perilaku sadis yang ditunjukkan oleh anak bangsa, dengan kejahatan pembunuhan mutilasi, perampokan di siang bolong, maupun perkosaan dan pelecehan seksual, dan masih menjamurnya tindakan maksiat yang mudah ditemui di daerah perkotaan, seperti perjudian, togel, minuman keras, narkoba, juga dengan mudahnya terusik emosional kita jika ada provokasi dari luar. Pertanyaan berikutnya, adalah apakah masih ada rasa kepahlawanan kita untuk mengantisipasi, mencegah dan mencarikan solusi terhadap fakta-fakta sosial yang sudah menjadi ‘penyakit sosial’ di depan mata kita tersebut ?, sehingga mampu memunculkan semangat untuk membela negara sampai titik darah penghabisan.

Masih adakah dan siapa lagi pahlawan Indonesia yang baik dan yang memiliki kesungguhan untuk membela dan mempertahankan jati diri bangsa ini dari segala godaan, kehinaan, maupun kekacauan yang tampil di hadapan kita semua.

Tentunya harapan masih ada, Bangkitlah !
Meskipun tidaklah mudah, karena memang pahlawan pada dasarnya tidaklah hadir begitu saja, tapi ’dilahirkan’. Perlu dengan semangat kebersamaan membangun bangsa serta mengurangi perbedaan-perbedaan, kemudian dengan lebih adanya kesediaan untuk menolong dan berbuat kebaikan terhadap orang lain tanpa pamrih, akan menjadi sandaran awal untuk memajukan kehidupan bangsa yang lebih adil, sejahtera dan bermartabat. Kita tentunya berkeyakinan, bahwa semangat ramadhan dengan segala perjuangan dan pengorbanan, yang baru saja kita tinggalkan tidak pudar di tengah jalan dan terlebih dengan semakin dekatnya Idul Adha, sebagai momen berkorbannya kaum muslimin bisa menginspirasi kita untuk terus mengobarkan semangat kepahlawanan dengan jalan berbuat dan menyebarkan kebaikan secara lebih berarti lagi di tengah masyarakat dan kancah kehidupan.

Sumber : Irwan Prayitno

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini