Ada murid dapat belajar hanya dari guru yang ber-SK, disuapi ilmu dan didikte habis-habisan. Ada yang cukup belajar dari katak yang melompat atau angin yang berhembus pelan lalu berubah menjadi badai yang memporak-porandakan kota dan desa. Ada yang belajar dari apel yang jatuh di samping bulan yang menggantung di langit tanpa tangkai itu. Ada guru yang banyak berkata tanpa berbuat. Ada yang lebih pandai berbuat daripada berkata. Ada yang memadukan kata dan perbuatan. Yang istimewa di antara mereka, bila ”melihatnya engkau langsung ingat Allah, ucapannya akan menambah amalmu dan amalnya membuatmu semakin cinta akhirat (khiyarukum man dzakkarum billahi ru’yatuh wa zada fi’amalikum mantiquh wa ragghabakum fil akhirati ’amaluh)”
Yang tak dapat belajar dari guru alam dan dinamika lingkungannya, sangat berpotensi belajar dari guru manusia. Yang tak dapat mengambil ibrah dari pelajaran orang lain, harus mengambilnya dari pengalaman sendiri, dan untuk itu ia harus membayar mahal. Bani Israil bergurukan Nabi Musa As, salah satu Ulul Azmi para rasul dengan azam berdosis tinggi. Bahkan leluhur mereka nabi-nabi yang dikirim silih berganti. Apa yang kurang? Ibarat meniup tungku, bila masih ada api di bara, kayu bakar itu akan tetap menyala, tetapi apa yang kau hasilkan dari tumpukan abu dapur tanpa setitik api, selain kotoran yang memenuhi wajahmu?
pada tanggal 26 Juli 2011 pukul 03.52
keren mas,
pada tanggal 1 Agustus 2012 pukul 20.49
ITu bukanny tulisan ust Rahmat Abdullah
pada tanggal 1 Agustus 2012 pukul 20.49