Jiwa-Jiwa Badar


Merekalah Jiwa-Jiwa Badar
Yang laungannya imannya menggelegar
Yang bayangan syurganya kian luas menghampar


Ragu mereka keluar menjemput kaum kuffar. Ketiadaan pengalaman, jauhnya perjalanan, minimnya perbekalan. Bayangan tentang kematiana meredupkan semangat berjuang, padahal Rabb mereka menjanjikan kemenangan. Berbantahan mereka tentang kebenaran yang sudah nyata tentang berjumpanya dua kekuatan.....


Badar, nyanyiannya menggeterkan.


Sedangkan Allah menetapkan yang hak itu pantas diteguhkan dan yang syirik itu harus dilumpuhkan.

Dua pasukan mesti dipilih Jiwa Badar. Satunya membawa kekayaan dunia, gemerlapnya, kemegahannya. Lainnya menjanjikan perjuangan berat berhiaskan darah, keringat, air mata, denting pedang, lesat tombak, dan..... kematian.

Sedangkan Rabb mereka menjanjikan Syurga yang penuh kenikmatan dibalik kesulitan berjuang.

Sedangkan Nabi mereka menyerukan kemenangan abadi.

”Berangkatlah menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi.”

”Wahai Rasulullah, syurga seluas langit dan bumi?” suara Jiwa Badar.

”Ya, apa yang membuatmu mengatakan bagus, bagus?”

”Tidak ada, demi Allah, kecuali harapan bahwa aku akan termasuk ahli syurga itu,” sahut Jiwa Badar seraya menimbang kurma yang ada di genggamannya.

”Seandainya aku hidup sampai habis memakan kurma-kurma ini, sungguh itu merupakan hidup yang lama,” lanjutnya sambil membuang kurma yang ada dan terjun menjemput kesyahidan.....


Merekalah Jiwa-Jiwa Badar
Yang bai’atnya menjadi hujjah tak terlanggar
Yang gelegak darahnya menjadi bara tak tergambar


Seribu prajurit, seratus kuda, enam ratus baju besi, puluhan unta dipersiapkan musuh yang hendak menahan cahaya Sang Pemilik Bumi. Dengan keangkuhan dari keriyaan, mereka datang, hendak menggetarkan para penegak panji kebenaran. Sementara Jiwa-Jiwa Badar tetap dalam lindungan Rabbnya yang Penyayang. Sementara masa depan Islam dipertaruhkan di pundak mereka....


Badar, nyanyiannya mendebarkan.


Majlis permusyawaratan mulia digelar. Jiwa-Jiwa Badar bersimpuh, memperdengarkan kegetiran.

”Wahai Rasulullah, majulah terus seperti yang diperlihatkan Allah kepada engkau. Kami akan bersama engkau. Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, andaikata engkau pergi membawa kami ke dasar sumur yang gelap, maka kami pun siap bertempur bersamamu hingga engkau bisa mencapai tempat itu,” seru Jiwa Badar dengan takzim... kepada Rasul khuluqin azhim...

Itulah ungkapan kata mulia, diperdengarkan jiwa yang dididik dengan kilatan iman. Membara. Mempesona. Menyebarkan aroma syurga. Membangkitkan pejuang-pejuang Musa, Sulaiman, Thalut ke dalam Jiwa Badar. Hangat menggetarkan.

”Kami sudah beriman kepada engkau. Kami sudah membenarkan engkau. Kami sudah bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran. Kami sudah memberikan sumpah dan janji kami untuk patuh dan taat. Maka majulah terus wahai Rasulullah seperti yang engkau kehendaki. Demi yang mengutus engkau dengan kebenaran, andai kata engkau bersama kami terhalang lautan lalu engkau tejun ke dalam lautan itu, kami pun akan terjun bersama engkau. Tak seorang pun diantara kami yang akan mundur.

Kami suka jika besok engkau berhadapan dengan musuh bersama kami. Sesungguhnya kami dikenal orang-orang yang sabar dalam peperangan dan jujur dalam pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu tentang diri kami, apa yang engkau senangi. Maka majulah bersama kami dengan barakah Allah,” seru Jiwa Badar yang dididik dengan ketepatan janji.
Adakah alasan kini untuk tak menjawab panggilan suci? Tatkala Rasul mereka yang mulia bersabda, ”Majulah kalian.....”

”Terimalah kabar gembira.....”

”Karena Allah telah menjanjikan salah satu dari dua pihak kepadaku.....”

”Demi Allah, seakan-akan saat ini aku bisa melihat tempat kematian mereka.....”

”Siiiru, siiiru ilaaa barokatillaaaaah.....”


Merekalah Jiwa-Jiwa Badar
Yang kekafiran telah menjadi musuh mutlak
tak tergantikan walau ia karib kerabat

Maju mereka menyambut seruan. Sedangkan dihadapannya ayah, anak, paman, dan saudara menjadi musuh yang siap meregang nyawa. Jiwa Badar meradang, hatinya bergejolak menyaksikan Rabb mereka diduakan. Kecintaanya kepada Sang Khaliq jauh melebihi kecintaannya kepada onggokan tanah yang berasal dari mani hina.....


Badar, nyanyiannya memilukan.


Sejarah telah dengan bangganya menoreh kisah Ibnu Qahafah Ash-Shiddiq, sang Jiwa Badar, tatkala ia berkata kepada anaknya ”dimanakah hartaku wahai anak kecil yang buruk?” ungkapan tegar yang keluar dari jiwa tegar melihat anaknya berada dalam keangkuhan.

Sejarah juga mencatatkan kesombongan, ”yang ada saat ini adalah senjata dan kuda, serta pedang tajam yang siap membabat orang tua yang sudah renta,” ujar Abdurrahman, yang akhirnya dibunuh dengan ‘iman‘, melenyapkan yang seharusnya dilenyapkan.....

Adakah kini tali darah dapat menyatu sedangkan tali iman, tauhid terhempas menantang Sang Azizi menata bumi.

Adakah kini gelap kemusyrikan mampu bersatu dengan cahaya Ar-Rahman.

Adakah kini busuk dunia mampu bersatu dengan keharuman syurga.

Adakah kini mayat kedzaliman mampu bersatu dengan syuhada keimanan, sedangkan yang satu membawa kedamaian dan lainnya membawa aroma kerusakan. Dan pantaskah kemudian Badar jadi pembuktian?.....


Badar, nyanyiannya meluluhlantakkan.


Sedangkan do’a getir sang Rasul menjadi bara untuk terus berjuang. ”Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah untuk selamanya setelah hari ini.”.....


Merekalah Jiwa-Jiwa Badar
Yang pasukan langit tak ragu menghantar
kemenangan bagi mereka yang tak gentar


Teriakan takbir dan gema tauhid menggema di segenap ufuk mengantarkan Jiwa-Jiwa Badar menghancurkan kekuatan kuffar. Kekuatan strategi, keindahan taktik dan keteguhan berjuang menghias para pasukan Syurga. Sementara di atas mereka gulungan-gulungan debu menderu tak sabar bergabung dengan tuannya menegakkan Al-Haq.....


Badar, nyanyiannya menyejukkan.


Sang Rasul diserang kantuk hanya dalam sekejap. Layaknya sinyal yang datang mengabarkan pertolongan. Kepalanya mendongak dan bersabda, ”bergembiralah wahai Abu Bakar. Telah datang pertolongan Allah kepadamu. Inilah Jibril yag datang sambil memegang tali kekang kuda yang ditungganginya di atas gulungan-gulungan debu.”

Ribuan malaikat datang membantu Jiwa-Jiwa Badar. Derap kuda yang bergerak laksana kilat, menghantarkan para malaikat menyambut titah Ilahi, menegakkan Islam yang sedang dipertaruhkan. Menggetarkan musuh-musuh, menghancurkan kaum angkuh yang sombong di hadapan Raja segala raja.

Dengarlah lecutan cambuknya.

Dengarlah derap langkahnya.

Dengarlah laung takbirnya.

Dan Allah ingin menegakkan DienNya, walau orang-orang musyrik itu tak suka.


Badar, nyanyiannya masih terdengar.


Lantunan do’anya masih terngiang mengiringi langkah para mujahid, berjuang..... sampai saat kemenangan.

Kini, dimanakan Jiwa-Jiwa Badar itu menjelma di zaman yang jauh dan qudwah mulia. Di saat manusia membutuhkan jiwa-jiwa yang setia dengan janji menegakkan Islam. Di saat umat jauh dari tuntunan Rabbnya. Di saat da’wah ini membutuhkan pertolongan Allah dan kemenangan.....


Merekalah Jiwa-Jiwa Badar
Yang semangatnya tak pernah pudar
Walau nyawa mesti ditukar
Dengan jannah –tentu– di hadapan Ar-Rahman
Merekalah Jiwa-Jiwa Badar.....



Al-Izzah No.9/Th.1/September 2000
Dengan sedikit perubahan

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




1 komentar

  1. dimasady mengatakan.... [Jawab]
    pada tanggal 24 Desember 2010 pukul 22.02

    nyanyian rindu kusyahidan, hamasah!!!

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini