Agenda Harian Kita


Berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah dan dinyatakan hasan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah, diriwayatakan bahwa Nabi saw, jika salam pada shalat Shubuh, beliau membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً وَرِزْقاً حَلاَلاً وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
"Ya Allah, aku mohon kepada-Mu; ILMU yang bermanfaat, Rezeki yang halal dan AMAL yang diterima."

Do'a yang singkat dan sangat mudah dihafal ini, tentu sangat layak kita jadikan sebagai wirid harian kita sehabis shalat Shubuh (disamping zikir lainnya). Sementara di sisi lain dia mengandung makna yang sangat menarik untuk kita cermati.

Mengingat bahwa do'a adalah harapan dan keinginan kita, sedangkan do'a dengan kandungan seperti di atas tersebut dibaca sehabis shalat Shubuh yang nota bene merupakan pembuka aktifitas harian kita, maka tak berlebihan jika kita katakan bahwa agenda harian seorang muslim adalah; menuntut ILMU, mencari REZEKI dan menunaikan AMAL (IBADAH).

Ketiga hal ini, ILMU, REZEKI DAN AMAL (IBADAH), adalah perkara yang memiliki kaitan sangat erat satu lain, kaitan yang saling mempengaruhi dan melengkapi, bukan saling mengenyampingkan apalagi menafikan, sebagaimana yang dipahami sebagian orang. ILMU adalah salah satu pintu kita untuk mencari REZEKI, ILMU pula yang dapat mengantarkan kita pada IBADAH yang benar. Begitu pula dengan REZEKI, sangat erat terkait dengan ILMU dan IBADAH, dan IBADAH sangat erat terkait dengan ILMU dan REZEKI.

Karenanya, agar kaitannya berlangsung positif dan barokah, ketiga agenda tersebut semestinya tidaklah sekedarnya dilakukan. ILMU yang kita cari hendaknya adalah ILMU yang bermanfaaat, yaitu ILMU yang dapat mengantarkan seseorang untuk beriman, tunduk dan patuh kepada Allah Ta'ala, tidak mesti harus ILMU agama, meskipun itu yang paling mendasar (QS. Ali Imran: 191). Setelah itu, dengan ILMUnya tersebut dia mendatangkan manfaat bagi orang lain dan masyarakat.

Begitupula dengan REZEKI yang kita cari, kehalalan hendaknya di tempatkan pada urutan pertama untuk menetapkan langkah kita mencari REZEKI (maisyah). Banyaknya orang yang menerobas larangan dalam mencari REZEKI, semestinya tidak menjadi alasan kita untuk melakukan hal yang sama, justeru seharusnya memotivasi kita untuk semakin memperkuat basis pertahanan agar tidak jebol dengan maisyah yang haram. Ungkapan salafusshaleh 'Kami tahan jika harus tidak makan sekian hari, namun kami tidak tahan dengan azab neraka sesaat saja' hendaknya harus selalu terngiang dalam aktivitas maisyah kita.

AMAL IBADAH kita pun begitu, hendaknya kita tidak cukup merasa puas dengan IBADAH yang sudah kita laksanakan. Kini pertanyaan yang harus kita munculkan bukan 'Apakah saya sudah berIBADAH? Apakah saya sudah shalat?', tapi 'Apakah IBADAH saya sudah masuk kriteria diterima? Apakah shalat saya diterima?'. Hal mana menuntut kita untuk jangan lupa menghadirkan dua faktor utama agar IBADAH kita diterima; niat yang IKHLAS karena Allah dan pelaksanaan yang BENAR sesuai petunjuk Allah dan Rasulullah-Nya.

Maka dalam kesehariannya, seorang muslim adalah orang yang memiliki tradisi ilmiah yang baik dan etos kerja yang tinggi namun tetap tekun berIBADAH. Atau dengan bahasa gaul bisa kita katakan, 'seorang muslim itu; sudah cerdas, tajir, shalih pula'.

Wallahua'lam.


Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini