Mereka semua gusar. Tuan rumah, tetamu dan seluruh penghuni rumah itu yang umumnya kaum fakir miskin dan nestapa. Pasalnya, tuan rumah kehilangan uangnya dalam rumahnya. Tentu saja sang tamu, seorang ibu dan anak lelakinya, yang paling gusar di antara mereka. Karena kejadiannya bertepatan dengan kedatangan mereka. Pantaslah kalau kecurigaan gampang tertuju pada mereka. Dan anak lelaki kecil itu menangkap kegusaran yang hebat di wajah ibunya, selain kegusaran di wajah tuan rumah dan segenap penghuni rumah lainnya. Ia pun segera bertindak.
Diantara para penghuni itu ada seorang lelaki buta dan seorang lelaki lumpuh. Tiba-tiba anak kecil itu mendatangi mereka berdua dan berkata kepada si buta: “Ambil tangan sahabatmu yang lumpuh itu. Lalu bawa dia ke tempat kalian mengambil uang itu.” Si buta terhenyak lalu menjawab: “Aku tidak bisa melihat dan sahabatku tidak bisa bergerak.” Tapi anak kecil itu terus mendesak mereka dan berkata: “Kamu pasti bisa. Sebab tadi kalian berdua yang mengambil uang itu.” Akhirnya si buta dan si lumpuh mengakui perbuatan mereka dan segera mengembalikan uang itu.
Semua terkesima menyaksikan keajaiban anak itu. Tapi mereka lebih terkesima lagi ketika di lain kesempatan tuan rumah menghadapi masalah yang bisa sangat mempermalukannya. Ketika hendak mengadakan pesta makan malam, tiba-tiba semua botol anggurnya kosong. Ia panik dan semua keluarga panik. Akan kecil itu menyaksikan kepanikan mereka. Ia pun datang memegang botol-botol itu. Dan seketika botol-botol itu terisi kembali. Bukan dengan anggur. Tapi dengan minuman lain yang lebih segar yang tidak mereka rasakan sebelumnya.
Itulah Isa putera Maryam. Itulah ia di masa kecilnya yang diceritakan dengan indah oleh Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah. Selalu menjadi solusi. Selalu hadir menyelesaikan masalah. Selalu mengurai kerumitan. Selalu menenangkan kepanikan. Selalu datang membawa kelapangan di tengah kesempitan. Selalu meniupkan harapan di tengah keputusasaan. Sejak kecil hingga kelak menjadi nabi dan rasul dimana sentuhan tangannya menyembuhkan orang sakit, membuka mata orang buta, memperjalankan orang lumpuh, menghilangkan kusta hingga menghidupkan orang mati.
Ia disebut Al-Masih, yang salah satu maknanya adalah pengasih dan penyayang. Mukjizatnya ada pada sentuhan tangannya. Dan sentuhan tangannya adalah sentuhan kasih yang menyelesaikan masalah. Sentuhan tangannya adalah solusi. Sentuhan tangannya adalah mukjizat; pengetahuan di atas pengetahuan yang bersumber dari Allah SWT. Sentuhan tangannya adalah kebalikan dari tongkat Musa yang merupakan simbol hard power. Sentuhan tangannya adalah simbol dari soft power. Namun keduanya menjalankan fungsi yang sama: persuasi untuk meyakinkan orang kepada hakikat keimanan.
Fungsi persuasi dengan menggunakan hard power dan soft power itu dilakukan di tengah masyarakat manusia yang kemampuan pembelajarannya terutama bertumpu pada dimensi visual. Mereka tidak bisa menalar. Mereka hanya bisa mengindera. Mereka terpengaruh oleh apa yang mereka lihat, bukan oleh apa yang mereka pikirkan. Tapi yang pasti mereka harus mengungguli kaumnya. Pengetahuan mereka harus ada di atas pengetahuan kaum mereka.
Kalau Musa mengubah dengan kemenangan yang keras, maka Isa mengubah dengan solusi. Tapi kemenangan Musa dan solusi Isa sama-sama membawa satu pesan: bahwa perubahan itu adalah fungsi pengetahuan.
[Sebelumnya]
0 komentar