Bersama Al Haq dan Ahlul Haq

"Selalulah bersama Kebenaran, walau pun engkau sendirian."

Alangkah idealnya pesan ini bagi mereka yang mampu memilih egoisme pribadi dan tarikan negatif gravitasi in grouping yang sering tampil menjadi kembaran egoisme itu sendiri. Perasaan ikhlas yang kadang terkacaukan oleh kecenderungan egoisme akan melahirkan khawarij zaman yang dungu dan menafikan kebersamaan, hanya karena kelemahan umat dalam menggapai injazat (karya-karya) dakwah secara serempak , kemas dan tuntas. Seperti egoisme murjiah yang menikmati kelezatan fatalisme dan mengolah menunya untuk disantap dengan lahap oleh para tiran : "Vonis itu nanti di sana, amar ma'ruf nahi munkar tiada guna, dosa jangan disesali dan kebajikan usahlah disyukuri, karena kita cuma setitik debu yang diterbangkan angin takdir kemana ia mau."

Putus asa telah membuka lebar-lebar pintu nafsu untuk mendorong masing-masing kelompok untuk berbangga diri. Seandainya saja karya-karya mereka dapat dirakit menjadi kesatuan produk umat, niscaya ia akan menjadi mozaik-mozaik indah dalam lembaran sejarah umat. Alangkah indahnya klaim-klaim mereka, kalau saja amaliahnya tidak mencabik-cabik kebersamaan yang --- dalam tataran operasional --- nyaris menjadi aksioma kebenaran yang tak pernah takut kesendirian dan keterasingan itu.

Di jalan dakwah banyak bertumbangan kader dengan kadar militansi yang nyaris total pada momentum yang sebenarnya masih dapat di kompromikan. Sebaliknya, tak sedikit semua itu mencair pada momentum yang seharusnya militansi hadir dengan tegar. Semoga Allah merahmati Imam Syafii yang salah satu qaidah fiqh unggulannya ialah Alkhuruj Minal Khilaf Mustahab (Keluar dari Khilafiyah Sangat Disukai). Tentu saja ini berlaku dalam hal yang kompromistik. Tak ada tempat bagi mereka yang sengaja memuaskan syahwat menghindari syari'ah atau produk ijtihad yang sangat representatif dengan dalih "Ini perkara khilafiah atau itu kan tafsiran subyektif Ibnu Katsir atau Sayid Qutb." Atau semangat zaman telah menaklukkan makna hakiki sabda. Akhirnya segalanya boleh kecuali yang bertentangan dengan nafsu mereka. Untuk meyakin-yakinkan publik terkadang mereka mengutip qaidah-qaidah fiqh dan pada satnya mereka terbentur dengan prinsip: "Tak semua khilaf datang dengan (bobot) yang pantas diterima, kecuali khilaf yang berakar pada nalar (yang benar)."

Seperti orang yang tak mau shalat hanya karena ada beberapa perbedaan teknis yang mereka tak (mau) tahu batas toleransinya. Atau seorang alim yang menjustifikasi pakaian yang membuka aurat, hanya karena ada perbedaan aplikasi, antara perempuan kota yang resik dan kering dengan perempuan sawah yang sehari-hari harus bergelut lumpur.

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini