Mursyid 'Am Kedua | Hasan Al Hudaibi [1]


Hassan Al-Hudaibi … Mursyid Am Ikhwanul Muslimin kedua
Beliau adalah seorang Konsultan dan jaksa, bernama lengkap Hasan Ismail Al-Hudaibi, jabatan terakhirnya sebagai mursyid kedua jamaah Ikhwanul Muslimin, dan merupakan mursyid yang mengalami masa sulit dan penuh dengan ujian dan cobaan, karena pada saat beliau diangkat menjadi mursyid berada pada masa terjadinya perselisihan antara para pejuang revolusi, terutama mantan presiden Jamal Abdul Naser. Dan sebagai masa dimana para anggota jamaah banyak yang ditangkap, dipenjara dan disiksa; dan pemerintah pada saat itu berusaha melakukan pembersihan jamaah Ikhwanul Muslimin dengan kekuatan dan kekerasan dari bumi Mesir dan dunia.

Perjalanan hidup, sejarah singkat kepribadian dan karakter Hassan Al-Hudaibi
Hasan Al-Hudaibi lahir di desa Arab Al-Shawalihah, distrik Syibin Al-Qanatir, tahun 1309 yang bertepatan pada bulan Desember 1891 M. menghafal Qur’an di desanya sejak kecil, kemudian masuk sekolah formal di Al-Azhar yang semangat keagamaan nya yang tinggi dan ketakwaan yang suci. Kemudian setelah itu pindah ke sekolah negeri dan mendapatkan ijazah SD pada tahun 1907, lalu masuk sekolah Aliyah Al-Khadiwiyah (setingkat SMA) dan mendapat gelar BA pada tahun 1911, kemudian meneruskan kuliah di bagian hukum, dan lulus darinya pada tahun 1915. Setelah itu menjalankan masa percobaan menjadi pengacara di Kairo dan secara bertahap menjadi pengacara yang sesungguhnya.

Setelah menjadi pengacara, beliau bekerja sesuai profesinya di distrik Syibin Al-Qanatir, lalu untuk pertama kali dalam hidupnya dan tanpa diketahui oleh seorang pun, beliau pergi ke daerah Sohaj dan tinggal di sana hingga tahun 1924, dan di sana beliau menjadi jaksa. kemudian pindah ke daerah Qana, lalu pindah ke daerah Naja’ Hamady tahun 1925, lalu pindah lagi ke daerah El-Manshurah tahun 1930, dan tinggal di daerah Al-Mania selama satu tahun, kemudian pindah ke daerah Asyuth, lalu ke Zaqaziq, lalu ke Giza pada tahun 1933, dan pada akhirnya menetap di Kairo.

Tahapan beliau menjabat sebagai jaksa diawali dengan menjabat sebagai direktur administrasi kepaniteraan, lalu menjadi ketua badan pemeriksa kejaksaan, lalu sebagai konsultan di mahkamah konstitusi. Kemudian mengundurkan diri sebagai jaksa setelah terpilih menjadi mursyid Ikhwanul Muslimin pada tahun 1951. Pertama kali beliau menjabat, dirinya dan para ikhwan lainnya ditangkap tanggal 13 Januari 1953, namun pada bulan maret pada tahun sama beliau dibebaskan kembali, setelah dijenguk oleh para senior dan jenderal revolusi sambil meminta maaf kepadanya. Kemudian ditangkap lagi untuk yang kedua kalinya pada akhir tahun 1954 dan divonis hukuman mati, namun akhirnya diberikan keringanan dengan hukuman seumur hidup. Kemudian hukuman dipindah dari penjara menjadi tahanan rumah, akibat menderita sakit dan usia lanjut. Kemudian pada tahun 1961 hukuman tahanan rumah dihapus atasnya. Dan beliau kembali ditangkap pada tanggal 23 Agustus 1965 di Alexandria dan dijatuhi hukuman dengan wajib lapor, kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun, walaupun pada saat itu umur beliau telah mencapai 70 an tahun, dan kemudian diberikan izin keluar untuk ke rumah sakit selama 15 hari, kemudian dipindah ke rumahnya, lalu dikembalikan ke penjara untuk melengkapi masa tahanannya. Dan masa tahanannya menjadi panjang –melewati batas yang dijatuhkan- hingga tanggal 15 Oktober tahun 1971. Dan beliau wafat pada hari kamis, jam 07 pagi waktu setempat, pada tanggal 14 Syawal 1939 bertepatan dengan tanggal 11 November 1973.

Karakter Hasan Al-Hudaibi
Hassan al-Hudaibi adalah sosok seorang Muslim sejati, hafal Al-Qur’an sejak belia, memiliki komitmen untuk selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah lengah dan tidak pernah merasa bosan dalam menunaikan tugas dan kewajiban agama.

Beliau adalah sosok manusia yang dermawan dan tidak pernah memiliki keraguan sejak dia menjadi seorang siswa hingga menjadi konsultan dalam berpegang pada prinsip dan kebenaran. Beliau merupakan contoh dan teladan di antara teman-temannya dan orang-orang yang dekat dengannya atas ke istiqamahannya, keteguhan akhlaqnya dan kemuliaan karakternya, keengganannya bermujamalah (bermain-main) pada kebenaran dan ketidak takutannya kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Beliau juga mampu mencetak rumah tangganya dengan tabiat dan shibghah Islam; adab-adabnya, kebiasaan-kebiasaannya dan pakaian-pakaiannya, sehingga tampak dengan akan keteguhan agamanya dan Ittiba’nya dengan nama agama melebihi jabatan dan julukan yang telah dimiliki dan diraihnya.

Hassan Al-Hudaibi juga merupakan sosok yang sangat disegani oleh teman sejawatnya dan para konsultan lainnya; terutama yang berani bermain-main dengan undang-undang sipil, dan yang melakukan pelanggaran dasar-dasar syariah Islam. Suatu kali; pada jiwa-jiwa terhenti tanpa dapat melakukan apa-apa, dan cukup dengan memberikan agenda kritikan yang lembut, beliau pergi dengan sendirinya ke pusat revisi undang-undang, dan memberikan pernyataan secara resmi bahwa dirinya menentang dan mengutuk berbagai produk undang-undang yang tidak berasal dan bersumber dari syariat Islam, atau kandungan bab dan fasal-fasalnya yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga, dengan sikap tersebut menjadi berita headline di seluruh surat kabar di Mesir saat itu; bahkan koran Al-Ikhwan menerbitkan berita dengan tema “Hasan Al-Hudaibi, semoga Allah menolongnya” yang berasal dari surat kabar “Akhbar Al-Youm.” Dan karakter yang agung yang terdapat dalam diri Al Hassan Al-Hudaibi adalah ketegarannya dan keberaniannya dalam menentang kebatilan, dan terhadap para pelaku dan pendukung kebatilan, ketegarannya berdiri dihadapan kekuatan zhalim dan para pelaku kezhaliman, sekalipun usia beliau sudah lanjut dan sering sakit-sakitan beliau tetap melakukan aktivitas. Sebagaimana beliau juga memiliki karakter membenci terhadap hal-hal yang berbau pamer dan pujian, jauh dari pantauan, karena itu –kadang- beliau selalu menghindar dari sorotan kamera, menolak untuk ditulis tentang jati dirinya dan perjalanan hidupnya; karena yang beliau harapkan hanyalah ganjaran dari Allah. Jika seorang imam memilih banyak diam dan jauh dari sorotan masa, adalah merupakan ketawadhuan dan kelebihan yang dimilikinya, namun di antara haknya –dan juga hak imam Al-Banna dan seluruh ulama dan umat yang membawa amanah setelah mereka hingga hari akhir zaman, untuk selalu menjadi uswah dan qudwah (contoh dan teladan), bahkan beliau menjadi menara yang mengarahkan para pembawa risalah dakwah dan pengarah jalan di dalamnya, sehingga dapat dijadikan pegangan bagi para pengemban amanah dakwah dan menerangi jalan mereka, karena para pemuda zaman sekarang ini, banyak yang sering mentaqlid dari sana sini, menemukan kebesaran jiwa dari sebagian tokoh. Karena itu, jika mereka mengambil kebesaran jiwa maka mereka kelak akan menjadi jiwa yang memiliki kepribadian yang tinggi pula.



Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini