Dakwah Profesional


Dakwah artinya mengajak, tapi mengajak tanpa dibarengi contoh, sulit diterima. Sebab meniru adalah sifat dan karakter manusia. Dalam suatu pertemuan atau ceramah umum, dilakukan permainan rilek uji kepatuhan jamaah. Seorang ustadz mengatakan, "Saudara-saudara, silakan perhatikan dan ikuti komando saya! Letakkan tangan kanan di kepala!" Dengan komando perintah dan contoh tangan tuan guru di kepala, semua jamaah dengan sertamerta menirunya. Kemudian mengomando lagi dengan contoh seraya mengatakan, "Pegang telinga yang kanan!" Para jamaah pun kompak mengikutinya. Namun, ketika sang ustadz mengatakan, "Pegang hidung dengan tangan kiri!" sementara tangan sang ustadz tersebut masih di telinga, mayoritas tangan jamaah masih tetap di telinga mereka masing-masing karena melihat contoh dari sang ustadz.

Contoh di atas menunjukkan betapa pentingnya ketauladanan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Allah swt. dengan tegas mempersonifikasi Rasulullah saw sebagai uswah hasanah (suri tauladan yang baik) agar menjadi contoh nyata yang dapat ditiru oleh masyarakat dan kaum muslimin. Dan dengan demikian, cara dakwah Rasulullah saw dikagumi oleh kawan maupun lawan.

Di zaman seperti sekarang ini sangat sulit mendapatkan uswah hasanah yang sempurna yang mencerminkan ilmu dan amal keislaman. Padahal di tingkat bawah, masyarakat tidak dapat mengetahui apa dalil dan bagaimana ajaran Islam yang sebenarnya kecuali apa-apa yang didengar atau dilakukan oleh kiyai atau tokoh agama. Oleh karena itu, perlu ada usaha pengkaderan tokoh agama yang berpredikat uswah hasanah yang keislamannya tidak hanya pada ucapan belaka, meskipun ilmu yang dimilikinya sebatas hal-hal yang mendasar.

Di kalangan umum, dakwah sering dipahami hanya sebagai kegiatan menyampaikan pesan-pesan agama. Hal itu tidak salah, tapi yang menjadi masalah, sejauh mana target-target dakwah dapat diraih. Kalau kerja dakwah ini dianggap cukup ketika banyak da’i yang menyampaikan pesan agama tanpa disertai adanya target-target yang harus dicapai maka dakwah seperti ini tidak akan banyak membawa perubahan di tingkat sosial, politik, budaya, dan pendidikan. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan paradigma dakwah, disamping mempersiapkan pelaku-pelaku dakwah kredibel.

Terminology dakwah yang perlu ditanamkan di kalangan para da’i adalah "mengubah keadaan individu ataupun komunitas masyarakat dari keadaan tidak baik menjadi baik." Kondisi tidak baik dilihat dari segala sisi: dari sisi kepahaman agama dan pengamalannya, sisi kondisi kehidupan sosial masyarakat, kesadaran pertanggung jawaban atas prilakunya di masyarakat, kesadaran akan perlunya perbaikan tatanan sosial, perbaikan sistem pemerintahan, dan perbaikan tata negara agar menjadi pelaku kehidupan yang bertanggung jawab.

Semua item terminologi tersebut memerlukan kerja keras dari para pelaku dakwah disamping perlu adanya panduan kerja dakwah yang mengacu kepada target-target yang diprogramkan. Hal ini telah dicanangkan oleh para aktifis dakwah dengan sistem tarbiyah islamiyah. Tarbiyah islamiyah bukan sekedar kegiatan dakwah yang memberi kecerdasan kepada masyarakat dalam masalah-masalah keislaman, melainkan suatu sistem kerja dakwah untuk menciptakan mad'u (sasaran dakwah) yang memiliki integritas dengan ajaran Islam. Dari integritas kepribadian terhadap Islam, segala potinsi yang dimiliki oleh individu akan dapat dieksploitasi untuk tegaknya nilai-nilai keislaman. Oleh karena itu, tarbiyah islamiyah tidak memaksakan seorang dokter, insinyur, ekonom, dan lain sebagainya, harus mampu membaca kitab kuning (kitab berbahasa Arab yang tidak diberi tanda baca), melainkan mereka dilatih untuk memahami dunianya masing-masing, dilihat dari kacamata Islam untuk menerapkan nilai-nilai keislaman di bidangnya.

Dalam hal ini, kerja da’wah profesional bertujuan membangun kredibilitas personal yang handal pada tiga titik esensial:
  1. Kredibilitas Moral, yaitu menciptakan individu yang ditarbiyah memiliki komitmen nilai keislaman yang berkaitan dengan pertanggung jawaban atas segala perbuatan di hadapan Allah SWT. Hal ini dikenal dengan kesalehan individu yang disimbolkan dengan ikon “Bersih”.
  2. Kredibilitas Sosial, yaitu menciptakan individu yang memiliki kepekaan sosial sehingga perjuangan hidup yang ditekuninya bukan sekedar untuk memuaskan ambisi kepentingan pribadi atau keluarga yang berlandaskan kepuasan emosional, melainkan untuk menyebarkan dan mendtribusikan nilai kesalehan di tengah-tengah komunitas umat sesuai kemampuan potensi diri. Hal ini dikenal dengan kesalehan sosial yang disimbulkan dengan ikon “Peduli”.
  3. Kredibilitas Profesional, yaitu menciptakan kader tangguh yang mempu melakukan tugas dengan penuh kecermatan, ketekunan dan pertanggung-jawaban. Untuk hal ini diperlukan core competence management and strategic thingking (penyatuan kemampuan manajerial dan strategi berpikir) lewat latihan-latihan. Yang ini kita namai kesalehan profesional dan disimbolkan dengan ikon “Profesional”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensinyalir masalah ini dalam sebuah sabdanya:
إن اللهَ تعالى يُحِبُ إذاَ عَمِلَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan sesuatu dengan cermat dan teliti.”

Sumber : PIP Arab Saudi

Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini