Para penakluk imperium dari jazirah itu menyisakan satu realitas yan lucu. Mereka tumbuh di tengah gurun sahara dan tidak bisa berenang. Itulah yang jadi kendala pasukan Muslim saat akan menaklukkan Persia dimana mereka harus menyebrangi sungai Eufrat dan Tigris. Dalam waktu singkat kendala itu bisa dilalui. Sebab itu cuma sungai. Begitu juga ketika pasukan Muslim di bawah komando Amr bin ’Ash itu harus menaklukkan Mesir dari kolonialisme Romawi. Sebab masih ada jalur darat untuk sampai kesana.
Kendala menjadi lebih besar ketika Syam, Irak, dan Mesir sudah ditaklukkan. Sebab semua ekspansi setelah ituharus melewati laut. Itulah yang menggusarka Umar bin Khattab. Itu terlalu beresiko. Apalagi ketika beliau bertanya kepada Amr bin ’Ash tentang suasana di atas kapal di tengah laut. Amr yang cerdas dan humoris melukiskan suasana itu dengan cara yang agak dramatis. Bayangkan saja, ada sebatang kayu yang terapung di atas laut yang berombak, sementara ulat-ulat yang ada dalam batang kayu itu berusaha untuk tetap bertahan dan tidak jatuh atau terseret ombak. Begitu juga manusia-manusia yang ada di atas perahu dan kapal.
Umar bin Khattab tentu saja tidak buta dengan dramatisasi dalam deskripsi Amr bin ’Ash itu. Tapi ia toh akhirnya menghentikan semua ekspansi yang harus melewati laut. Ada alasan lain memang. Teritori mereka sudah terlalu luas, masyarakat muslim baru ini juga terlalu multikultur. Persoalannya terletak pada pengendalian. Tapi kemudian kebijakan Umar itu mengalihkan arah ekspansi ke kawasan Asia Tengah dari arah Irak, sementara ekspansi ke arah Cyprus menuju Konstantinopel dihentikan.
Inilah yang kemudian menjadi pembeda dalam riwayat Umar dan Utsman. Sebab Utsman justru melanjutkan ekspansi ke wilayah-wilayah Romawi. Dan itu memicu penemuan teknologi maritim dalam sejarah peradaban Islam untuk pengembangan armada laut pasukan Muslim. Dari situlah mereka berkspansi ke teritori terakhir Mesir, Alexandria, selanjutnya ke Afrika Selatan dan Utara, lalu membebaskan Cyprus dan Rhodes. Itu di luar ekspansi darat yang berlanjut sampai ke Armenia. Jadi hampir seluruh wilayah koloni Romawi sudah jatuh ke tangan Islam sejak saat itu. Yang tersisa adalah pusat kekuasaan mereka di Timur, Konstantinopel, dan di Barat, Roma. Putra Heraclius, Constantine, bahkan dibunuh pasukannya sendiri di kamar mandinya di Cyprus akibat kekalahan bertubi-tubi itu. Tujuh abad kemudian, dengan armada laut pula Muhammad Al Fatih berhasil membebaskan Konstantinopel yang sudah terlalu lama kesepian dan terkepung.
Peradaban adalah sebuah narasi besar. Tapi para mujahid itu telah mengubah narasi besar itu menjadi kapasitas besar. Maka mereka mengembangkan teknologi jihad untuk mengimbangi narasi besar mereka. Teknologi berkembang mengikuti semangat jihad mereka. Dan bukan hanya ketika ada teknologi baru mereka berjihad. Mereka adlaha para mujahid pembelajar. Lalu, takdir sejarah mempertemukan dua kekuatan dahsyat itu: narasi peradaban untuk generasi penakluk. Jadi kalau kamu punya cita-cita besar, kamu harus menjadi pembelajar cepat. Pembelajaran niscaya akan mengubahmu menjadi penakluk.
[Sebelumnya]
0 komentar