WAKTU


WAKTU adalah PEDANG TAJAM. Bila engkau tak memby-passnya, maka ia akan memby-passmu. Bahkan menurut Imam Syafi’i, seandainya Allah tidak menurunkan surat lain selain surat Al-’Ashr (QS.103), niscaya itu saja sudah cukup. ”Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang beriman, beramal shalih, saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran.” Jadi, bila Ia sudah bersumpah dengan sesuatu ― dan itu tak boleh dilakukan oleh hamba-Nya ― maka artinya betapa penting peran yang dijadikan sumpah itu.

Bumi telah berputar mengitari matahari 24 jam dalam sehari. 365 hari dalam setahun, atau apapun nama satuan waktu itu. Saat Ibrahim AS mengayunkan langkah demi langkah dari utara menuju selatan, lembah yang tak bertanaman disisi rumah-Nya yang dihormati. (QS. Ibrahim, 14 : 37), meninggalkan istri dan putra tercinta yang belum kunjung lahir, kecuali sesudah menempuh waktu 85 tahun.

Berapa lama waktu berputar saat Ibnu Taimiyah mendiktekan fatwa-fatwanya atau menuliskan teori-teori nya dengan arang api unggun pengusir dingin yang dinyalakan para murid setia yang menjagai penjaranya. Puluhan jilid fatawa yang kini hadir dalam kemasan cetak modern, menghapuskan gambaran kelelahan proses menumbuhkannya.

Ajaib, konon waktu menuntun dan menuntut. Menuntun orang untuk bertindak benar di waktu yang benar dan pada tempat yang benar. Menuntut bila prinsip-prinsip tersebut dilanggar. Bukan lama waktu yang menentukan kebesaran seseorang. Ada orang hidup lebih dari satu abad tetapi biografinya selesai ditulis dalam tiga bari di batu nisan: nama, tanggal, bulan serta tahun lahir dan wafat.

Berapa tahun Rasulullah hidup di dunia? Enam puluh tiga tahun. Selesaikah orang menulis dan menggali sejarahnya? Belum lagi. Karena ia mewakili seluruh efisiensi, efektifitas dan produktifitas waktu. Bingkai waktu tak berubah saat Thariq bin Ziad menyebrangkan kapal-kapal perangnya, menantang pasukannya untuk mati di lautan atau hidupmulia membela kaum tertindas. Delapan abad waktu merambat, seperti tak terjadi apa-apa, sampai sultan terakhir Bani Ahmar dengan sedih meninggalkan tanah Andalus menuju pembuangan di Afrika Utara.

Dalam bingkai yang sama waktu merambat di kepengapan jeruji besi tempat Marwan Hadid disiksa sebelum dibunuh, atau tiang gantungan yang mengabadikan nama Syaikh Umar Al-Mukhtar, Sayyid Qutb, dan Abdul Qadir Audah.

Di era ini Wahbah Zuhaili tampil dengan 8 jilid tebal karyanya, alfiqhu’l Islami wa adillatuhu, 18 jilid Tafsir Almunir serta beberapa tulisan monumental. Sebelumnya Almarhum Syaikh Said Hawwa dengan Alasa fi’t Tafsir dan Al-asas fi’s Sunnah dalam beberapa belas jilid, di samping karya-karya monumental, khususnya doktrin-doktrin dasar dalam aqidah, tazkiah dan dakwah.

Hari, jam, menit dan detik tetap beredar seperti dulu, sementara masing-masing sibuk dengan diri sendiri. HIDUP SEAKAN HANYA SEBUAH KOTAK ISOLASI YANG BERNAMA WAKTU, DENGAN SESEKALI KEJUTAN. Tiba-tiba anak tetangga tampil sebagai juara nasional bidang studi tertentu. Saat yang lain melihat kenyataan temannya sudah meraih sekian gelar ilmiah, sementara diri masih bergelut dengan persoalan remeh-remeh. Apa yang tiba-tiba? Semua berjalan sesuai jadwal, hanya kesibukan masing-masing telah ’membenamkan’ kesadarannya dan memisahkannya jauh dari dinamika lingkungannya.

Bangsa yang kaya raya ini tak berhasil melahirkan seorang manusia besar yang cukup cerdas untuk membawa bangsanya pergi ke masa depan. LEBIH DARI SETENGAH ABAD MEREKA MEMBUANG WAKTU SIA-SIA. Bahkan budaya sia-sia telah mendominasi bagian terbesar kehidupan. WAKTU terbuang sia-sia dalam jadwal rapat yang selalu terlambat, jadwal perjalanan bus antar kota yang selalu mulur, kemacetan lalu lintas yang jelas disebabkan surplus produksi otomotif tanpa ada itikad baik untuk berjujur diri, kecuali kerakusan atas pajak penjualan, bea balik nama yang besarnya 100 %. WAKTU adalah limbah tak berharga yang dibuang sia-sia dalam program pendidikan yang tak berbasis kompetensi, melempar jauh-jauh potensi anak cerdas karena tak punya Pak De di posisi penentu. WAKTU adalah karikatur kepandiran bengsa yang sampai hari ini belum mampu menurunkan penumpang dari atap kereta api, walaupun dari hari ke hari angka-angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas semakin menumpuk, merawat pasien mangsa kecelakaan tanpa mensyaratkan bayar uang muka, memancung leher koruptor dan pengedar (serta pengkonsumsi) narkoba.

WAKTU adalah kisah kelambanan para pendeta Bani Israil mengamalkan perintah Allah sesudah kitab suci diturunkan, lalu mereka menunda amal dan perubahan diri, sehingga hati menjadi keras dan fasik. ”Belum tibakah masanya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka kepada peringatan Allah dan kebenaran yang turun. Dan janganlah mereka menjadi seperti ahli kitab sebelum mereka, lalu waktu menjadi panjang, hati mereka menjadi keras dan kebanyakan mereka adalah orang-orang itu menjadi fasik.” (QS. Al-Hadiid, 57 : 16)

WAKTU adalah goresan luka Palestina yang hari ini meraih puncak pretasinya dengan memasuki era baru perjuangan, era budaya syahid. WAKTU telah memperlihatkan betapa setiap lima detik serdadu Zionis-Israel, desersi akibat tekanan mental yang dari waktu ke waktu setia melucuti keberanian mereka. Dan WAKTU pula yang akan membuktikan (dan telah dibuktikan) ketika India membatalkan kontrak pembelian tank ultra canggih Israel karena luluh-lantak oleh serbuan roket Izzuddin Alqassam dengan bau pesing luar biasa karena para serdadu tak ada yang berani keluar, lalu ― maaf ― terkencing-kencing disana. Hari ini mitos kehebatan yang tak lain adalah kelicikan Zionis yang kerap dilukiskan secara berlebihan dan tak terkalahkan, dihadapkan kepada ujian berat yang takkan pernah dilaluinya dengan sukses.

WAKTU pula akhirnya yang menantang para belia dakwah untuk membuktikan dan bukan sekadar menonton heroisme perjuangan mereka agar tetap bertahta, dan agar 15-50 tahun kedepan ia masih dapat berkobar, tidak memfosil jadi catatan sejaran yang diratapi karena para pendukungnya telah kerasukan budaya hedonic.

Alangkah mudahnya mengeja huruf-huruf sejarah. Alangkah panjangnya menenpuh jalan, jurang, ngarai, tebing dan pendakian sejarah yang harus dilalui. Yang ini menengok sekejap ke masa lalu dan yang itu memandang jauh ke depan, seraya menguatkan azzam dan mengasah akal. Ada zaman keemasan saat anak-anak di Baghdad, Kufah, dan Cordova berksperimen dengan teropong bintang yang canggih, kota bermandi cahaya saat maghrib tiba, dan musabaqah matematika tinggi digelar bagi belia-belia masa depan, tepat di saat yang sama Paris dan London masih rawa-rawa dan hutan belukar, dengan raja-raja yang gemar memasang gelang dan kalung jimat ditubuh mereka.

WAKTU tak pernah berkompromi dengan siapapun.bahkan dengan kematian orang terbaik dan terjahat. Semua akan kesana, bahkan pada saat seseorang sedang gandrungnya kepada dunia dan tak sempat lagi membuat wasiat apa pun tentang pesan–pesan kematian yang getir.


Rachmat Naimulloh

Ingin artikel seperti diatas langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.




0 komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda disini